REPUBLIKA.CO.ID, Karya: Taufiq Ismail
Menatap lukisan Penangkapan Diponegoro, aku berdiri dan termangu
Di depan kanvasmu, lewat jendela bingkaimu kau undang aku
Meluncur masuk lorong sejarah. Kau beri kami langit Magelang
Tiada awan menggulung atau terbentang
Cuma ada dua puncak gunung dan bukit kabut tipis tergenang
Kau beri kami adegan abad sembilan belas, yang begitu tegang
Seorang Pangeran, panglima pertempuran telah ditangkap
Dia mengenakan serban hijau, jubah putih tanpa alas kaki
Badannya kecil, tapi wajahnya menantang dengan sikap berani
Aku tidak membaca rasa sesal atau menyalahkan nasib
Pada perincian wajahnya yang diguratkan dengan cat minyak
Seratus tiga puluh delapan tahun yang lalu
Raden Saleh Sjarif Bustaman, betapa padat isyarat lukisan tuan
Siapa itu perempuan-perempuan yang menangisinya
Menunduk dalam ratap seraya memegang jubahnya
Dan tepekur menutup wajah, air mata disembunyikannya
Siapa itu 38 laki-laki yang tegak, bersimpuh atau termangu
Tentang pengkhianatan sedang berlangsung mereka sangat tahu
Tentang janji yang tengah digunting dalam lipatan
Siapa itu tujuh opsir yang raut mukanya anehnya sama
Dan berbadan tiada proporsi antara bidang dada dan panjang kaki
Jiwa serdadu betapa kate, pedagang rempah-rempah
Penjarah tanah, tanah airku…
Raden Saleh Sjarif Bustaman, betapa padat isyarat lukisan tuan
Dan kini kau perlihatkan pada kami kereta kuda yang telah disiapkan
Lalu kau singkapkan lagi langit Magelang yang tanpa awan
Dan tampak olehku pedang jenawi opsir itu
Namun ringan dan ringkih saja pembawaannya
Lebih berat epaulet yang bertengger di kedua bahunya
Dan empat ekor kuda hitam menanti, enggan seperti
Lalu sais yang memegang cemeti
Tapi lihatlah cemeti itu, patah di sebelah ujungnya
Dan tambang kendalinya, halus rapuh bagai tali layang-layang
Wahai Raden Saleh Sjarif Bustaman, betapa padat isyarat lukisan tuan
Di atas bentangan kain putih 111 kali 178 sentimeter
Kau sampaikan gesekan tasbih di pinggang sang pangeran
Kau guratkan anatomi tangan tergenggam dan tangan membuka
Nyaris sempurna. Wajah yang ikhlas dan perwira
Dalam penangkapan yang culas, berulangkali
Di mana saja di Nusantara
Penangkapan yang sempurna sifat khianatnya
Tipu tengkulak rempah-rempah, betapa amis bagai tumpukan sampah
Sampai pada kami lewat pigura ini yang keemasan
Inilah dia lukisan, dikerjakan 27 tahun sesudah penangkapan
Yang menyampaikan sinyal-sinyal sejarah
Yang menafsirkan keberanian
Memancar-mancar
Kilau kemilau
Gemerlapan
Yang menyeberangi batas abad
Demi abad
Wahai Raden Saleh Sjarif Bustaman,
Betapa padat isyarat lukisan tuan.
1995