Selasa 05 Jun 2012 21:18 WIB

Pangeran Diponegoro

karya Raden Saleh, cat minyak atas kanvas, 1857
Foto: ist
karya Raden Saleh, cat minyak atas kanvas, 1857

REPUBLIKA.CO.ID, Karya: Taufiq Ismail

Menatap lukisan Penangkapan Diponegoro, aku berdiri dan termangu

Di depan kanvasmu, lewat jendela bingkaimu kau undang aku

Meluncur masuk lorong sejarah. Kau beri kami langit Magelang

Tiada awan menggulung atau terbentang

Cuma ada dua puncak gunung dan bukit kabut tipis tergenang

Kau beri kami adegan abad sembilan belas, yang begitu tegang

Seorang Pangeran, panglima pertempuran telah ditangkap

Dia mengenakan serban hijau, jubah putih tanpa alas kaki

Badannya kecil, tapi wajahnya menantang dengan sikap berani

Aku tidak membaca rasa sesal atau menyalahkan nasib

Pada perincian wajahnya yang diguratkan dengan cat minyak

Seratus tiga puluh delapan tahun yang lalu

Raden Saleh Sjarif Bustaman, betapa padat isyarat lukisan tuan

Siapa itu perempuan-perempuan yang menangisinya

Menunduk dalam ratap seraya memegang jubahnya

Dan tepekur menutup wajah, air mata disembunyikannya

Siapa itu 38 laki-laki yang tegak, bersimpuh atau termangu

Tentang pengkhianatan sedang berlangsung mereka sangat tahu

Tentang janji yang tengah digunting dalam lipatan

Siapa itu tujuh opsir yang raut mukanya anehnya sama

Dan berbadan tiada proporsi antara bidang dada dan panjang kaki

Jiwa serdadu betapa kate, pedagang rempah-rempah

Penjarah tanah, tanah airku…

Raden Saleh Sjarif Bustaman, betapa padat isyarat lukisan tuan

Dan kini kau perlihatkan pada kami kereta kuda yang telah disiapkan

Lalu kau singkapkan lagi langit Magelang yang tanpa awan

Dan tampak olehku pedang jenawi opsir itu

Namun ringan dan ringkih saja pembawaannya

Lebih berat epaulet yang bertengger di kedua bahunya

Dan empat ekor kuda hitam menanti, enggan seperti

Lalu sais yang memegang cemeti

Tapi lihatlah cemeti itu, patah di sebelah ujungnya

Dan tambang kendalinya, halus rapuh bagai tali layang-layang

Wahai Raden Saleh Sjarif Bustaman, betapa padat isyarat lukisan tuan

Di atas bentangan kain putih 111 kali 178 sentimeter

Kau sampaikan gesekan tasbih di pinggang sang pangeran

Kau guratkan anatomi tangan tergenggam dan tangan membuka

Nyaris sempurna. Wajah yang ikhlas dan perwira

Dalam penangkapan yang culas, berulangkali

Di mana saja di Nusantara

Penangkapan yang sempurna sifat khianatnya

Tipu tengkulak rempah-rempah, betapa amis bagai tumpukan sampah

Sampai pada kami lewat pigura ini yang keemasan

Inilah dia lukisan, dikerjakan 27 tahun sesudah penangkapan

Yang menyampaikan sinyal-sinyal sejarah

Yang menafsirkan keberanian

Memancar-mancar

Kilau kemilau

Gemerlapan

Yang menyeberangi batas abad

Demi abad

Wahai Raden Saleh Sjarif Bustaman,

Betapa padat isyarat lukisan tuan.

1995

sumber : istimewa
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement