REPUBLIKA.CO.ID, Meskipun kajian Barat tentang Islam dan tradisi keagamaan lainnya di Timur cenderung tidak objektif, perubahan terjadi secara signifikan.
Banyak ilmuwan non-Muslim berkesimpulan bahwa Muhammad tulus dan saleh, tidak seperti yang dicitrakan negatif selama ini.
Faktor ketiga ialah gerakan misionaris modern di kalangan Kristen Barat. Pengalaman kontak pribadi dengan Muslim membuat banyak misionaris menilai kembali persangkaan mereka.
Tiga konferensi yang masing-masing digelar di Edinburgh 1910, Jerussalem 1928, dan Tambaram 1938 berkutat pada pelayanan di tengah-tengah perbedaan agama.
Gerakan dialog sendiri dimulai pada 1950-an. Ketika itu, Dewan Gereja Dunia atau WWC dan Vatikan menyelenggarakan sejumlah pertemuan dan perundingan antara para pemimpin Kristen dan wakil-wakil dari tradisi agama lain.
Hasilnya, pada 1964 berdiri Sekretariat bagi Agama-Agama Non- Kristen yang dibentuk oleh Paus Paulus VI. Pada 1989, sekretariat itu ditata kembali dan dinamai Dewan Pontifikal untuk Dialog Antaragama.
Program dialog Muslim-Kristen dapat dijumpai di seluruh Amerika Utara, Nigeria, dan Indonesia. Sementara itu, sifat pertemuan berbeda dari tempat yang satu ke tempat lain, dan dari masa ke masa. Muncul kemudian istilah berbagai macam istilah dalam dialog, seperti “dialog parlementer”, “dialog teologis”, dialog dalam komunitas, dan dialog spiritual.