Rabu 13 Jun 2012 21:51 WIB

Fikih Muslimah: Ibu Hamil Menjamak Shalat (1)

Rep: Nashih Nashrullah/ Red: Chairul Akhmad
Muslimah shalat (ilustrasi).
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Muslimah shalat (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Kondisi hamil tua bagi kebanyakan kaum perempuan sangat melelahkan. Saat usia kandungan mendekati masa-masa melahirkan, tenaga menjadi terkuras. Hal ini berdampak pada kurangnya kemampuan beraktivitas.

Bahkan, ia terpaksa harus meninggalkan secara total pekerjaan yang sebelumnya kerap ia lakukan. Misalnya saja dalam soal aktivitas duniawi, wanita karier memilih mengambil cuti menjelang kehamilannya.

Ada banyak lagi rutinitas yang mendesak ditinggalkan selama hamil. Lantas bagaimana dengan urusan shalat lima waktu? Bolehkah ibu hamil meninggalkan shalat dengan alasan hamil? Bila tidak, bolehkah menjamak shalat agar lebih mudah dan tak memberatkannya?

Perintah shalat adalah kewajiban mutlak yang tak boleh diabaikan. Bagi Muslim atau Muslimah yang telah akil dan baligh berkewajiban menunaikan perintah tersebut apa pun kondisinya sesuai dengan batas kemampuan. “Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS. An- Nisa:103).

Dengan demikian, menurut Yahya bin Syaraf An-Nawawi dalam kitab Raudhat At-Thalibin, ulama bersepakat bahwa wanita hamil tidak boleh meninggalkan shalat lima waktu.

Memang, sekali lagi, adakalanya para ibu hamil mendapatkan kesulitan. Mereka akan kesusahan, mulai dari mengambil air wudhu hingga saat pelaksanaan shalat. Karena itulah, muncul diskusi di kalangan para ulama, boleh atau tidakkah wanita hamil menjamak shalat.

Permasalahan ini pada dasarnya kembali pada kaidah tentang boleh atau tidaknya menjamak karena alasan keberatan (masyaqqah) yang menyebabkan lemah (dha’f). Hamil adalah bentuk dari keberatan dengan akibat berupa ketidakberdayaan bagi perempuan hamil. Bila tetap dipaksakan shalat dengan segala ketentuannya seperti keadaan normal, maka ini berarti memberikan beban di luar batas kemampuannya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement