REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Buronan kasus korupsi Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI), Sherny Kojongian telah ditangkap dan dilakukan eksekusi di Lapas Tangerang, pada Rabu (13/6) kemarin. Sherny mengaku tidak mengetahui satu orang buronan kasus KLBI lainnya yaitu Eko Edi Putranto.
"Dia (Sherny) bilang sudah pisah selama puluhan tahun tidak pernah kontak, tapi kita korek lagi," kata Wakil Jaksa Agung, Darmono, yang ditemui di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (15/6).
Dalam kasus KLBI pada 1992-1996, terpidana Hendra Rahardja (telah meninggal dunia) menjabat sebagai Komisaris Utama PT BHS, sedangkan Eko Edi Putranto sebagai Komisaris dan Sherny Kojongian sebagai Direktur Kredit. Tiga terpidana ini menyetujui pemberian kredit dari Bank Indonesia senilai Rp 1,95 triliun kepada enam perusahaan grup dan 28 lembaga pembiayaan yang ternyata rekayasa.
Usai penangkapan Sherny, kini tinggal Eko Edi Putranto yang masih buron di luar negeri. Penyidik Kejaksaan Agung juga masih melakukan pendataan terhadap aset-aset milik terpidana untuk mengganti kerugian negara akibat kasus korupsi itu.
Hingga saat ini, penggantian kerugian negara dari total sebesar Rp 1,95 triliun, baru dilakukan penggantian sebesar Rp 885 miliar. Selain pengejaran aset para terpidana, Kejaksaan Agung juga masih melakukan pencarian terhadap 21 terpidana yang masih buron.
Jumlah tersebut telah dikurangi Sherny yang telah ditangkap, Hendra Raharja yang telah meninggal dunia dan Adrian Kiki Ariawan yang berada di Australia dalam proses banding untuk diekstradisi. "Jadi masih ada 21 orang (buronan) lagi, ini yang masih menjadi target kita," tegasnya.