REPUBLIKA.CO.ID, SAMARINDA -- Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Dr Yon Machmudi, menilai terpilihnya Mohammed Mursi sebagai Presiden Mesir akan berdampak positif bagi proses demokratisasi Mesir dan negara-negara Arab lainnya.
"Morsi yang berasal dari kelompok Ikhwanul Muslimin mendapatkan dukungan suara terbanyak melawan kelompok pendukung rezim Mubarak dan militer. Ini artinya rakyat Mesir mendambakan perubahan sosial politik yang lebih demokratis di tengah-tengah tekanan pendukung rezim lama dan militer yang ingin kembali berkuasa," ujar dosen program studi Arab Universitas Indonesia itu.
Kemunculan Ikhwanul Muslimin sebagai pemenang pemilu setelah sekian lama hidup dalam tekanan politik rezim penguasa menunjukkan bahwa suara rakyat memang ingin menentukan masa depan negaranya sendiri. Masa depan yang bebas dari tekanan rezim otoriter dan pengaruh asing.
Kordinator Riset Pusat Kajian Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia itu menyatakan dinamika politik di Timur Tengah ke depannya akan berkembang terus. Tuntutan rakyat untuk membebaskan negara-negara mereka dari dominasi rezim minoritas akan menguat.
"Kekuasaan politik di negara-negara di Timur Tengah itu kan ditandai oleh dua hal yaitu berkuasanya rezim minoritas dan kuatnya politik kesukuan. Nah, sekarang nampaknya rakyat di Timur Tengah menginginkan monopoli kekuasaan oleh kelompok minoritas itu diakhiri," katanya.
Agar proses demokratisasi berjalan alamiah tanpa gejolak, menurut Yon, maka para rezim di Timur Tengah harus secara serius melakukan reformasi politik. Artinya, para penguasa harus mengakomodasi rakyat mereka dalam bentuk pembagian kekuasaan atau power sharing.
"Apa yang terjadi di Mesir memberikan pelajaran kepada rakyat di negara-negara Arab bahwa segala bentuk penindasan politik harus diakhiri,'' kata Yon. ''Kini saatnya rakyat ikut menentukan masa depan negara mereka yang selama ini hanya dimonopoli oleh rezim yang didukung oleh militer dan kepentingan asing.''