REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA – Jati diri bangsa Indonesia yang diwujudkan dengan ideologi Pancasila mulai luntur. Untuk menumbuh kembangkannya, salah satu yang bisa dilakukan adalah memasukkan Pancasila dalam satu mata pelajaran dalam ujian nasional.
Ketua Laboratorium Pancasila (Lapasila), Prof Dr Noor Syam, mengatakan dengan memasukkan Pancasila dalam mata pelajaran dalam ujian nasional, maka hal ini bisa membuat peserta didik untuk membaca, belajar dan memahami tentang nilai-nilai Pancasila.
“Yang terjadi saat ini justru sebaliknya. Para pelajar baik SD, SMP, hingga SMA, bahkan ada yang tidak mengenal Pancasila. Ironisnya, sila-sila dalam Pancasila ada yang tidak hafal. Ini sungguh memprihatinkan,” kata Noor Syam dalam seminar ‘Pancasila dan Lunturnya Jati Diri Bangsa yang digelar Fakultas Hukum Universitas Hang Tuah dan Forum Masyarakat Cinta Damai Jatim, Selasa (26/6).
Guru Besar Emeritus Universitas Negeri Malang (UM) ini mengemukakan, Indonesia harus diakui mulai kehilangan jati diri sebagai bangsa. Ideologi Pancasila yang dikenal saat ini hanya ada dalam catatan ketatanegaraan dan buku sejarah.
Namun, praktik politik, ekonomi dan bahkan moral sudah menerapkan ideologi liberal. ”Lebih parahnya lagi, liberal yang dianut oleh bangsa ini justru lebih liberal daripada sistem yang ada di negara Barat,” tegasnya.
Untuk itulah, lanjut dia, pendidikan Pancasila merupakan sebuah keharusan dan harus tetap dilestarikan. Pemerintah harus segera menyiapkan materinya secara terpusat. Tapi sebaiknya dimulai melalui lokakarya pada 33 provinsi yang melibatkan para tokoh dan akademisi di tingkat lokal, lalu perumusannya terpusat.
Senada dengan itu, pakar hukum Prof Dr Philipus M Hadjon SH menegaskan bahwa nilai-nilai Pancasila sudah mulai ditinggalkan, termasuk Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum.
"Kita cenderung melakukan studi banding dan 'copy paste' aturan hukum dari negara lain, padahal aturan hukum itu sangat mungkin bertentangan dengan nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, permusyawaratan, keadilan, dan sebagainya," kata Prof Hadjon.