Jumat 20 Jul 2012 01:30 WIB

Kisah Bom di Indonesia (II), Simbol Kapitalis Asing

Rep: selamat ginting/ Red: M Irwan Ariefyanto
perusahaan asing
Foto: antara
perusahaan asing

REPUBLIKA.CO.ID,Peristiwa 17 Juli, tiga tahun silam itu, menambah panjang deretan peristiwa pengeboman di Tanah Air. Menurut catatan, sepan jang 2000-2009 di Indonesia tercatat telah terjadi 22 pengeboman, baik dalam skala kecil maupun besar.

Ledakan bom telah menelan korban jiwa hingga 1.105 orang. Sebanyak 332 orang di antaranya tewas, sementara 789 orang sisanya luka berat dan luka ringan. Jika dipetakan, peledakan bom sepanjang 2000-2009 terjadi di berbagai wilayah, baik di Jakarta maupun di daerah. Dilihat dari sasarannya, pelaku pengeboman kebanyakan melancarkan aksinya di tempat-tempat publik, seperti kantor, hotel, atau gereja. Pelaku juga tidak segan-segan melakukan pengeboman di pasar tradisional, seperti di Poso dan Palu pada 2005.

Pelaku melancarkan aksinya di tempat-tempat yang bernuansa simbolis dengan tujuan membangkitkan reaksi dari kelompok lainnya. Peledakan bom yang sarat modus provokasi ini, terutama terjadi di dua tempat. Pertama, bangunan yang menjadi simbol hubungan antarbangsa. Kedua, bangunan yang menjadi simbol antaretnis atau agama.

Modus peledakan bom yang terkait hubungan antara Indonesia dan pihak asing, misalnya, pada Bom Bali I (2002), Bom Bali II (2005), Bom Marriott I (2003), Bom Marriott II, dan The Ritz Carlton (2009) serta peledakan Kantor Kedubes Australia (2004), Malaysia (2000), dan Filipina (2000). Dalam kasus Bom Bali I dan Marriott I, motivasi itu jelas muncul karena lokasinya banyak didiami orang asing. Sentimen terhadap asing melalui serangan bom terhadap properti yang merupakan representasi asing juga muncul dalam kasus peledakan pada usaha waralaba KFC (2001) dan McDonald’s (2002).

Keduanya terjadi di Sulawesi Selatan. Sementara, nuansa hubungan antaretnis muncul dalam serangkaian peledakan bom di Sulawesi Tengah, peledakan bom di sejumlah gereja di sejumlah daerah Indonesia pada malam Natal (2000), atau Tahun Baru (2002). Jika mengacu pada data ter se but, peledakan bom kerap dilakukan dengan cara bunuh diri. Hal itu, misal nya, terjadi pada Bom Bali II atau Bom Marriott I.

Polri sebenarnya berhasil menangkap otak pengeboman, yaitu Amrozi, Imam Samudera, dan Ali Ghufron alias Mukhlas. Ketiganya juga sudah dieksekusi hukuman mati pada 9 November 2008. Selain mengungkap kasus Bom Bali, polisi juga menangkap sejumlah otak pengeboman lain, seperti Irwan bin Ilyas (Bom BEJ), Rois (Bom Kedubes Australia), termasuk perakit Bom Bali I Dr Azahari yang tewas dalam penyergapan polisi pada November 2005.

Mengapa teroris mengincar JW Marriott & Ritz Carlton? “Kedua hotel tersebut adalah hotel besar yang memiliki cabang di seluruh benua. Secara otomatis, kejadian ini akan menjadi perbincangan di seluruh penjuru dunia,” ujar pengamat intelijen AC Manulang menjawab pertanyaan war tawan, beberapa jam setelah peristiwa itu.

Menurut Manulang, upaya itu dilakukan teroris untuk menunjukkan eksistensinya. Terlebih, tindakan ini dilakukan untuk melawan liberalisme Amerika Serikat. “Teroris ingin tindakannya tersebut menjadi pemberitaan dan perbincangan utama,” tandasnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement