Selasa 24 Jul 2012 19:27 WIB

Harga Kedelai Naik, Panik atau Ulah Spekulan?

Rep: heri purwata/ Red: Taufik Rachman
Kedelai
Kedelai

REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- Kenaikan harga kedelai beberapa hari terakhir akibat kepanikan masyarakat akibat pemberitaan media. Sebab kenaikan bukan berdasarkan hukum ekonomi, dimana persediaan terbatas maka harga akan naik.

"Kenaikan harga kedelai ini tidak menunjukkan situasi yang sebenarnya," kata Andung Prihadi S, Asisten II Bidang Perekonomian Sekda DIY kepada wartawan seuasai rapat koordinasi kesiapan Tim Pengendali Inflasi (TPI) DIY menghadapi Bulan Ramadhan di Yogyakarta, Selasa (24/7).

Rapat koordinasi diikuti Kepala Perwakilan Bank Indonesia DIY, Mahdi Mahmudy; Kepala Disperindag dan UKM DIY, Riyadi Ida Bagus; Kepala Dinas Pertanian DIY, Nanang Suwandi; Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan DIY, Asikin Chalifah; Kepala Bulog Divre DIY, Darsono Imam Yuwono; Kepala Badan Pusat Statistik DIY, Wien Kusdiatmono.

Dijelaskan Andung, harga kedelai tiga pekan lalu Rp 7.070 per kilogram dan dua hari lalu Rp 7.075 per kilogram. Sedangkan Selasa (24/7), naik menjadi Rp 8.2250 per kilogram. "Tidak ada pola kenaikan seperti ini," kata Andung.

Saat ini, lanjut Andung, stok kedelai di DIY, lebih dari 25 ribu ton. Sedangkan kebutuhan kedelai per hari rata-rata 2.000 ton. Sehingga kebutuhan kedelai di Yogyakarta aman.

Sedangkan di Gunungkidul, kata Andung, telah memasuki masa panen. Ada sekitar 38 ribu hektare yang panen. Sehingga hasil panenan ini bisa menambah stok kedelai.

Sementara perkembangan harga bahan pangan pekan pertama bulan Ramadhan di DIY cukup bervariasi. Harga beras relatif stabil karena ketersediaan mencukupi. Harga lelang gula pasir bulan Juli menunjukkan tren menurun. Bulan Juni harga gula Rp 10.517 per kilogram, dan bulan Juli menjadi Rp 10.410 per kilogram. "Stok gula pasir mencukupi untuk kebutuhan tiga bulan ke depan," katanya.

Tim TPID Provinsi DIY menilai kenaikan harga yang terjadi terhadap beberapa komoditas tersebut bersifat temporer dan rutin setiap musim liburan, tahun ajaran baru, menjelang Ramadhan, dan hari-hari besar keagamaan nasional. "Setelah masa tersebut terlewati, diperkirakan harga akan kembali normal," katanya.

TPID DIY mengharapkan para pedagang untuk tidak memanfaatkan bulan Ramadhan dan Lebaran untuk mengambil keuntungan yang berlebih dan melakukan penimbunan

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement