REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Di tengah kondisi ancaman pailit dari Makamah Agung, maskapai Riau Air masih mendapatkan suntikan dana dari APBD perubahan Provinsi Riau sebesar Rp 2,5 miliar.
"Anggaran sebesar Rp 2,5 miliar itu memang kita peruntukan diantaranya untuk menjaga aset, gaji karyawan dan pengurus," ujar Kepala Biro Administrasi dan Ekonomi Setdaprov Riau, Irhas Irfan, di Pekanbaru, Selasa.
Sebelumnya dana sebesar lima miliar rupiah untuk Riau Air diajukan dalam APBD perubahan tahun 2012. Namun dalam rapat dewan, diputuskan hanya bisa memberi batas toleransi sebesar Rp 2,5 miliar untuk bisa membuat manajemen Riau Air jadi bergairah.
Pemerintah provinsi sendiri tetap mengharapkan Riau Air bisa beroperasi kembali karena permohonan kasasi tentang putusan pailit Pengadilan Niaga Medan sudah diajukan ke Mahkamah Agung.
"Apapun alasannya, kita akan tetap berupaya menghidupkan Riau Air kembali, dan kita akan melakukan upaya peninjauan kembali putusan dengan mengajukan kasasi ke Makamah Agung atas pailitnya Riau Air," ujarnya.
Sebelumnya manajemen RAL menyatakan, putusan pailit yang dikeluarkan pada 12 Juli 2012 oleh Pengadilan Niaga Medan belum final karena masih akan melakukan kasasi. RAL menilai putusan yang dikeluarkan jauh dari rasa keadilan.
"Sekarang RAL bersama kuasa hukumnya sedang membahas untuk melakukan kasasi karena putusan yang kita terima rasanya tidak adil bagi perusahaan dan khususnya bagi masayarakat Riau," kata Direktur Utama Riau Air, Teguh Triyanto.
Dalam jawaban di persidangan, RAL membantah dan keberatan atas gugatan pailit yang diajukan pihak Bank Muamalat karena perusahaan penerbangan milik Pemerintah Provinsi Riau itu telah membayar angsuran utang.
Seperti pada bulan Desember 2010 telah dibayar tiga miliar rupiah, kemudian pada bulan Desember 2011 dibayar sebesar Rp 25 miliar. Padahal utang RAL sesuai dengan akad kredit belum jatuh tempo dan tenggang waktu jatuh tempo pada tahun 2015.
Pada tanggal 5 Juni 2012, sidang perkara pailit di Pengadilan Niaga Medan yang diajukan PT Bank Muamalat Indonesia dengan dasar gugatan RAL sudah tidak mampu membayar utang atas fasilitas kredit yang telah diberikan dengan sisa utang Rp 60 miliar.