REPUBLIKA.CO.ID, Tahun 2000 sampai 2010 ialah masa tersulit bagi Kainama. Ia mengalami tekanan batin karena harus menceritakan kebohongan kepada orang-orang ketika masih menjadi sorang pendeta.
Namun sejak keimanan goyah pada tahun 2000, ia belum berani untuk memeluk agama Islam. Ia merasa nyalinya masih ciut, ia tidak tahu harus berbuat apa karena selama ini kehidupannya dibiayai oleh Gereja Zebaot.
Tapi penolakan batinnya begitu kuat. Hingga, "Pernah pada suatu kali, ketika saya ada perjalanan pekabaran Injil di Orchad, Singapura. Saat saya mau khotbah, tiba-tiba saya ketakutan, berkeringat dan gemetar dan kemudian saya memegang pinggir mimbar, sampai-sampai orang-orang yang menyaksikan mengatakan saya disentuh Roh Kudus," tuturnya. Padahal, sama sekali bukan. Ia ketakutan lantaran tak sanggup lagi melakukan kebohongan, sesuatu yang bertentangan dengan batinnya.
Atas petunjuk Allah, akhirnya keputusannya untuk memeluk Islam kian bulat. Ia mendatangi Masjid Agung Sunda Kelapa untuk membaca syahadat dan menjadi mualaf.
Setelah menjadi muslim, kehidupannya berubah. Ia merasa keyakinannya diuji karena tidak ada satu orang pun keluarganya yang menerima ia menjadi sorang muslim. Ia hidup sendiri, tanpa pekerjaan, tanpa uang, dan tanpa fasilitas selama ini yang ia miliki seperti mobil, dan baju-baju.
Sampai ia harus tinggal menumpang di Sekolah Legenda Wisata (Global Mandiri), Cibubur, dan ia tidur di studio musik. Namun ia tetap pada pendiriannya. Kemampuannya bermusik pun akhirnya malah membuat ia diterima menjadi pengajar di studio musik sekolah tersebut.
Meski keluarga semuanya memusuhi, fasilitas yang ia miliki hilang, tapi ia merasa bersyukur karena Allah telah memberikan hidayah dan kedamaian batin kepadanya. Ia beryukur telah terlahir kembali menjadi seorang muslim dan meyakini telah berada di jalan yang benar.