REPUBLIKA.CO.ID, Milisi Afghanistan yang bekerja untuk pasukan pendudukan pimpinan Amerika sudah mulai bergabung dengan Taliban, dan berperang melawan pasukan NATO. Demikian dilaporkan Press TV, Senin (30/7).
"Para milisi dilatih dan didanai oleh tentara AS untuk menghadapi militan Taliban tapi banyak dari mereka berubah posisi," tulis Press TV.
Sedikitnya 23 milisi baru bergabung Taliban di provinsi Farah barat, dan banyak dari mereka diserahkan AS- untuk memberikan senjata pada Taliban, pertempuran di bagian utara negara itu.
Sejak awal, pemerintah Presiden Hamid Karzai menentang strategi AS tapi menyetujuinya setelah Washington menerapkan tekanan kuat atas pemerintahannya.
Kelompok HAM menyalahkan milisi yang didukung AS untuk mengarahkan senjata mereka pada warga sipil Afghanistan. Anggota milisi ini juga mulai merampok warga lokal.
Farid Hamidi Komisi Hak Asasi Manusia (HAM) Afghanistan mengatakan kepada Press TV bahwa milisi juga menculik orang untuk meminta uang tebusan. Dia mengatakan bahwa "pemerintah memiliki tanggung jawab untuk melucuti senjata kelompok milisi ini dan kelompok-kelompok bersenjata ilegal."
Perang pimpinan AS di Afghanistan dimulai pada Oktober 2001. Serangan itu untuk menghapuskan Taliban dari kekuasaan. Namun kondisi tidak aman terus meningkat di Afghanistan, meskipun kehadiran sekitar 130.000 pasukan pimpinan Amerika.
Bom pinggir jalan dan bom rakitan merupakan senjata paling mematikan dari gerilyawan Taliban yang digunakan untuk melawan pasukan asing.
Tingginya jumlah korban militer di Afghanistan telah meningkatkan oposisi di Amerika Serikat dan negara anggota NATO untuk perang berlarut-larut di negeri ini.
Menurut icasualties.org, situs independen, 266 tentara asing, 201 dari mereka personil AS, telah tewas di Afghanistan sepanjang tahun ini.
Sebanyak 566 pasukan pimpinan Amerika tewas di Afghanistan tahun 2011. Namun, 2010 tetap tahun paling mematikan bagi korban militer asing, dengan korban 711 tewas.