REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ratna Sarumpeat, aktivis sekaligus pendiri Ratna Sarumpaet Crisis Center, merasa bahwa Panitia Pengawas Pemilih (Panwaslu) masih lemah dalam menghadapi merebaknya isu Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan (SARA) yang terjadi saat pemilihan kepala daerah DKI Jakarta (Pilkada DKI).
"Panwaslu bukan diam, hanya saja perangkat yang dimiliki panwaslu lemah," kata Ratna Sarumpeat saat ditemui di Kantor Panwaslu, Jakarta, Rabu (8/8). Menurut Ratna, lemahnya penanganan isu SARA karena Panwaslu lemah dalam menerjemahkan aturan-aturan mengenai pemilihan umum kepala daerah.
"Misalnya kata diskualifikasi yang nyaris tidak punya makna dalam Pilkada DKI kali ini," kata Ratna. Ratna juga menambahkan seharusnya Panwaslu membuat satu gebrakan agar isu SARA bisa berhenti. Misalnya menggaet pasangan calon untuk membuat sebuah kontrak sosial.
"Buat kontrak sosial bahwa mereka tidak akan melakukan isu SARA lalu diserahkan kepada para pendukungnya simpatisan," kata Ratna.
Ratna merasa bahwa jika isu SARA yang terjadi di Pilkada DKI masih berlangsung, akan berbahaya karena pilkada DKI Jakarta sebagai barometer untuk penyelenggaraan pilkada di daerah lain.