REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Komisi Kejaksaan Republik Indonesia mempertanyakan kehadiran tersangka divestasi saham PT Kaltim Prima Coal yang juga Gubernur Kalimantan Timur, Awang Farouk Ishak, dalam Rapat Kabinet Terbatas yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di kantor Kejagung beberapa waktu lalu.
Ketua KKRI Halius Hosein kepada wartawan di Jakarta, Senin, menyatakan, kehadiran Awang Farouk itu patut dipertanyakan kepada Jaksa Agung Basrief Arief meski tidak tahu kehadirannya dalam kapasitas apa dalam rapat tersebut. "Saya tidak tahu, kalau dipanggil kapasitas dia sebagai apa sebaiknya tanyakan ke jaksa agung. Kalau diundang sebagai gubernur perihal materi rapat saya rasa tidak apa-apa," katanya.
Namun dirinya tidak mau membahas soal materi penyidikan kasus itu.Di bagian lain terkait masih banyaknya perkara dugaan korupsi kepala daerah yang "mangkrak" di Kejagung, ia menyatakan di dalam pengusutan kasus tersebut harus benar-benar sesuai persyaratan. "Tidak boleh terburu-buru walau bagaimana pun kepala daerah punya tanggungjawab besar," katanya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung dicurigai sengaja memetieskan sejumlah kasus dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan sejumlah kepala daerah bahkan mengarah akan dihentikan penyidikannya atau di SP3, kata Anggota Badan Pekerja Indonesian Corruption Watch (ICW), Emerson F Juntho.
Kepada wartawan di Jakarta, Minggu, Emerson bahkan berani menyatakan indikasi kasus yang melibatkan kepala daerah itu akan dihentikan penyidikannya, dapat terlihat atas kehadiran Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim), Awang Farouk Ishak, yang menjadi tersangka dugaan korupsi divestasi saham PT Kaltim Prima Coal (KPC) sebesar Rp 576 miliar, dalam Rapat Kabinet Terbatas yang dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Ironisnya lagi, kehadiran Awang Farouk itu di acara rapat yang digelar di Gedung Kejaksaan Agung, sebagai tempat dirinya ditetapkan sebagai tersangka.Ia menambahkan, seharusnya Kejagung bersikap tidak pandang bulu atau tidak mengulur-ngulur waktu untuk menyidik para tersangka tersebut.
"Tapi Kejaksaan terkesan tidak mau mengusutnya. Kejaksaan menurut kami hanya berani mengusut kasus-kasus kelas teri saja, tapi kalau kasus-kasus kelas kakap dilepaskan," katanya.
Gubernur Kalimantan Selatan, Rudy Arifin juga sempat ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi, namun baru diketahui oleh media massa kasusnya sudah dihentikan penyidikannya atau SP3 satu tahun kemudian.
Sebelumnya, Jaksa Agung Basrief Arief mengaku belum mengetahui secara keseluruhan jumlah kepala daerah yang terkait tindak pidana korupsi tersebut, namun dia menyatakan mekanismenya sudah lebih baik.
"Soal (kepala daerah) itu akan dilakukan gelar perkara di Sekretariat Kabinet. Kalau sudah selesai di sana diajukan ke presiden dan pengajuan izin (pemeriksaan) tidak akan lama," katanya.