REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Regulasi soal Tunjangan Hari Raya (THR) dinilai banyak pihak sangat lemah. Pasalnya, dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 04 Tahun 2004 tersebut tidak ada sanksi hukum bagi perusahaan yang tidak melaksanakan kewajibannya membayar THR.
Sifat Permen tersebut hanya sebagai himbauan bagi perusahaan untuk membayar THR pada karyawannya. Padahal, Permen tersebut sudah diterbitkan sejak 2004. Hingga sekarang belum mengalami perubahan apapun. Namun, pemerintah mengupayakan akan merevisi aturan THR tersebutt agar memiliki sanksi hukum.
"Ke depan regulasinya akan dicantolkan di sistem pengupahan," ungkap ketua Posko Pengaduan THR Kemenakertrans, Sri Nurhaningsih, Rabu (15/8).
Namun, saat ini masih belum dibahas bagaimana regulasinya nanti. Hanya saja itu sudah direncanakan. Untuk saat ini, pemerintah mengantisipasi pelanggaran THR dengan beberapa langkah.
Pertama, kata dia, memberikan teguran langsung pada perusahaan. Tahap kedua, pemerintah akan mengumumkan perusahaan yang tidak membayar THR pada karyawannya pada media massa. Langkah ketiga adalah berkoordinasi dengan pegawai pengawas untuk menyelidiki perusahaan. Langkah terakhir adalah melaporkan perusahaan ke pengadilan Hubungan Industri.
Namun, langkah terakhir, kata Nurhaningsih, harapannya tidak sampai dilakukan. "Biasanya dengan teguran saja kasus ini dapat diselesaikan, dan mereka membayar THR karyawan," tambah dia. Nurhaningsih menambahkan, sanksi yang paling parah bagi perusahaan adalah dicabut izinnya.
Namun, untuk merealisasikan langkah tersebut, Kemenakertrans harus berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Hukum dan HAM. Teguran itu, kata Nurhaningsih, sudah merupakan sanksi moral bagi perusahaan.