REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan mantan menteri luar negeri Aljazair, Lakhdar Brahimi, akan menjadi utusan khusus organisasi itu untuk mengatasi masalah Suriah. Utusan sebelumnya, Kofi Annan, menyatakan mundur dan tak lagi memperpanjang mandatnya. Kusutnya masalah dalam negeri, Dewan Keamanan PBB, dan saratnya kepentingan negara-negara luar membuatnya tak mau lagi meneruskan tugas.
Brahimi (78) secara resmi menerima posisi tersebut dan akan melanjutkan sejumlah upaya solusi diplomatis atas krisis Suriah, kata Deputi Juru Bicara Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-Moon, Eduardo del Buey. "Sekjen menghargai keinginan Brahimi untuk memberikan kemampuan dan pengalamannya yang teruji untuk tugas penting ini dan sangat berharap ada dukungan masyarakat internasional yang kuat, tegas, dan bersatu, termasuk Dewan Keamanan PBB," kata de Buey.
Pemerintah Moskow menyambut penunjukan Brahimi dan memberikan dukungan kepadanya. "Kami harap upaya dari diplomat berpengalaman ini akan mempercepat penghentian kekerasan dan pendudukan politis di Suriah," kata Utusan Rusia di PBB Vitaly Churkin. Dia menjelaskan Rusia akan memberikan bantuan yang dibutuhkan oleh Brahimi.
Annan yang mendapat posisi tersebut pada Februari 2012 mencanangkan enam poin rencana perdamaian dalam menangani konflik Suriah. Namun belum sepenuhnya poin itu terlaksana ketika mundur awal bulan ini.
Dia beralasan, kebuntuan dalam Dewan Keamanan PBB menjadi salah satu sebab. Sejumlah negara Barat mendesak Presiden Suriah, Bashar Al Assad, untuk mundur dari kepemimpinannya sementara Rusia dan Cina mencoba mencegah campur tangan pihak asing di Suriah. Kedua negara itu mengatakan pemerintahan Assad dan pihak oposisi bersalah atas kerusuhan berdarah tersebut.
Menurut perhitungan kubu oposisi Suriah, sejak Maret 2011, konflik Suriah telah menelan korban sebanyak 20 ribu jiwa.