REPUBLIKA.CO.ID, Setelah proklamasi kemerdekaan, nama KH Ahmad Sanusi tercatat sebagai anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Saat pusat pemerintah dipindahkan ke Yogyakarta, KH Ahmad Sanusi juga turut serta pindah ke sana.
Setelah kembali ke Sukabumi, pada 1950, ia berpulang ke hadirat Ilahi. Pemerintah Indonesia mengakui jasa-jasanya sebagai seorang pendiri Republik Indonesia dengan menganugerahkan Bintang Maha Putera Utama kepada Almarhum.
Ulama produktif
Sosok KH Ahmad Sanusi juga dikenal lewat karya-karyanya. Tidak kurang 75 judul buku telah ditulisnya, antara lain kitab “Tamsyiah Al-Muslimin fi Kalam Rabb Al-Alamin” (Perjalanan Muslimin dalam Firman Tuhan Seru Sekalian Alam) dan “Raudhah Al-Irfan” (Taman Ilmu Pengetahuan).
Ia juga menulis buku-buku yang membahas ilmu tauhid dan fikih. Karyanya yang paling menonjol adalah Raudhah Al-Irfan, yang berisi terjemahan Alquran 30 juz dalam bahasa Sunda, dengan terjemahan kata per kata dan syarah (tafsir penjelasan) singkat.
Tafsir ini telah dicetak ulang berpuluh kali dan sampai sekarang masih digunakan di majelis-majelis taklim di Jawa Barat.
Karya monumental lainnya adalah serial “Tamsyiah Al-Muslimin”, sebuah kitab tafsir Alquran dalam bahasa Melayu. Setiap ayat-ayat Alquran ditulis dalam huruf Arab dan diberi tulisan huruf Latin.
Pada waktu itu, banyak ulama memandang kitab tafsir karyanya ini sebagai suatu bid’ah yang haram sehingga menjadi perdebatan. Namun, ia berhasil memberikan pemahaman kepada umat Islam saat itu bahwa serial tafsir yang dibuatnya itu sarat dengan pesan-pesan tentang pentingnya harga diri, persamaan, persaudaraan, dan kemerdekaan di kalangan umat.
Kepakarannya dalam bidang tafsir menempatkannya sebagai seorang tokoh ulama pejuang yang juga ahli tafsir.