REPUBLIKA.CO.ID, Rupanya, memang tak mudah hidup di Jakarta. Setidaknya, itu terbukti dari jumlah orang stres di wilayah Jakarta Selatan yang terus meningkat setiap tahun. Sejak Januari hingga Agustus 2012, Suku Dinas Sosial setempat berhasil menertibkan sebanyak 89 orang stres di jalanan. Angka meningkat dibanding periode yang sama tahun 2010 yang hanya sebanyak 54 orang dan 2011 69 orang. Tingginya kebutuhan ekonomi, disinyalir menjadi faktor terbesar banyaknya penderita stres.
"Persaingan hidup dan kebutuhan di Jakarta semakin berat. Sehingga orang yang tidak bisa mengatasi masalah dengan baik, itulah yang menjadi penyebab orang stres," ujar Abdurrahman Anwar, Kepala Suku Dinas Sosial Jakarta Selatan.
Untuk hidup di Jakarta, kata Abdurrahman, diperlukan pendidikan dan keahlian yang cukup. Dan lebih dari itu, mental juga harus dipersiapkan dalam persaingan di ibukota. "Jadi untuk warga dari luar daerah, kalau mau mengadu nasib di Jakarta selain punya keahlian khusus juga mental yang kuat," terangnya.
Kepala Seksi Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Sudin Sosial Jakarta Selatan, Miftahul Huda mengatakan, tidak ada titik utama tempat berkumpulnya penderita stres. "Mereka menyebar saja, tapi biasanya kita menemukan sedang istirahat di taman-taman. Kalau sudah ditertibkan langsung dibawa ke panti sosial untuk diperiksa," jelasnya.
Pihak Dinas Sosial Jakarta, lanjut Miftahul, bekerja sama dengan RSUD Duren Sawit dalam menangani penderita stres. Dokter-dokter ahli jiwa lah yang akan memberikan rekomendasi kelanjutan penanganan dari penderita tersebut. "Kalau berpotensi sembuh dibawa ke rumah sakit, paling 2-3 minggu sembuh. Jika sudah sembuh kita akan coba hubungi keluarganya," kata Miftahul. "Tapi 75 persen dari keluarga para penderita stres tidak mau menerima kembali, akhirnya kita kirim ke panti untuk diberi bekal keterampilan," ungkapnya.