REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pambangunan tanggul pengaman jalan atau 'polisi tidur' acapkali malah membahayakan pengguna jalan. Pembuatan 'polisi tidur' diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 12 Tahun 2003, yaitu hanya di kawasan tertentu dan pemukiman. “Lebih diarahkan ke speed trap daripada 'polisi tidur',” ujar Kepala Seksi Rekayasa Lalu Lintas Jakarta Timur, Priyanto, Senin (3/9)
Dia mengatakan, 'polisi tidur' yang ada di jalan umumnya dibuat atas keinginan masyarakat sendiri. Tujuannya agar pengguna jalan mengurangi kecepatan pengguna kendaraan. Namun, lanjut dia, meskipun di kawasan pemukiman diperbolehkan untuk membangun tanggul pengaman jalan ini, pembuatannya tetap harus mendapatkan izin dari Kepala Dinas Perhubungan.
Menurutnya, untuk di jalan kolektor atau jalan primer tidak diperbolehkan adanya 'polisi tidur'. Sebagai gantinya, di jalan primer diganti dengan pita penggaduh atau speed trap. Pita penggaduh merupakan kelengkapan jalan yang berfungsi agar para pengguna jalan mengurangi kecepatan. Pita tersebut digunakan untuk mengejutkan pengguna jalan terutama sepeda motor.
Dia mengatakan pembuatan pita penggaduh bersamaan dengan rambu lalu lintas lainnya. Sebelum melewati pita penggaduh akan didahului dengan rambu biru bertuliskan hati-hati atau kurangi kecepatan. Pita ini bisa dijumpai di kawasan keramaian seperti sekolah atau rumah sakit. Tingginya 12 milimeter dengan lebar 20 sentimeter dan jarak antar pita sejauh satu meter.
Ketinggian 'polisi tidur' yang diizinkan adalah 30 milimeter. Namun, di lapangan, 'polisi tidur' bisa lebih tinggi dengan jarak yang tidak teratur. Sementara, untuk menebas polisi tidur yang ada di jalan, pihaknya bekerja sama dengan dinas pekerjaan umum.
Menurutnya, di wilayah Jakarta Timur, hampir semua 'polisi tidur' yang ada tidak memiliki izin. Sementara, pihaknya lebih mengarahkan masyarakat pada pembuatan pita penggaduh daripada polisi tidur.