Selasa 04 Sep 2012 15:05 WIB

Fenomena Al-Ghazali (2)

Rep: Heri Ruslan/ Red: Chairul Akhmad
Imam Al-Ghazali (ilustrasi).
Foto: encyclopedia.com
Imam Al-Ghazali (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Upaya membersihkan filasat Islam dari pengaruh para pemikir Yunani yang dilakukan Al-Ghazali itu dikenal sebagai teori occasionalism.

Sosok Al-Ghazali boleh dibilang sangat sulit untuk dipisahkan dari filsafat. Bagi dia, filsafat yang dilontarkan pendahulunya, Al-Farabi dan Ibnu Sina, bukanlah sebuah objek kritik yang mudah, namun juga menjadi komponen penting buat pembelajaran dirinya.

Filsafat dipelajari Al-Ghazali secara serius saat dia tinggal di Baghdad. Sederet buku filsafat pun telah ditulisnya. Salah satu buku filsafat yang disusunnya, antara lain “Maqasid Al-Falasifa” (The Intentions of the Philosophers).

Lalu, ia juga menulis buku filsafat yang juga sangat termasyhur, yakni “Tahafut Al-Falasifa” (The Incoherence of the Philosophers).

Al-Ghazali merupakan tokoh yang memainkan peranan penting dalam memadukan Sufisme dengan Syariah. Konsep-konsep Sufisme dengan sangat baik dikawinkan sang pemikir legendaris itu dengan hukum-hukum Syariah.

Ia juga tercatat sebagai sufi pertama yang menyajikan deskripsi Sufisme formal dalam karya-karyanya. Al-Ghazali juga dikenal sebagai ulama Suni yang kerap mengkritisi aliran lainnya.

Ia tertarik dengan Sufisme sejak usia masih belia. Ulama terkemuka yang terlahir di Kota Tus, Khurasan, Iran, pada 1058 M itu bernama lengkap Abu Hamid Ibn Muhammad Ibn Muhammad Al-Tusi Al-Syafi'i Al-Ghazali.

Ia sudah menjadi anak yatim sejak masih belia. Meski begitu, Al-Ghazali berkesempatan mengenyam pendidikan yang sangat berkualitas. Minat belajarnya telah tumbuh sejak masih cilik.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement