REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Pengamat militer dari Universitas Muhammadiyah Malang, Muhadjir Effendi, mengatakan anggaran pertahanan saat ini belum ideal, meski sudah ada kenaikan cukup signifikan. Menurut dia, kebutuhan anggaran pertahanan paling tidak juga harus bisa memenuhi kebutuhan umum minimal, dimana kebutuhan untuk peningkatan kesejahteraan prajurit dan memodernisasi alutsista bisa seimbang.
"Anggaran pertahanan saat ini baru sekitar lima persen dari APBN. Paling tidak untuk mendekati ideal antara 8-10 persen, seperti anggaran untuk kesehatan 10 persen, dan pendidikan 20 persen," katanya di Malang, sehubungan adanya kenaikan anggaran pertahanan dalam APBN, Jumat (7/9).
Ia mengatakan kenaikan anggaran pertahanan dari Rp 64 triliun menjadi Rp 77 triliun pada tahun 2013, ada perkembangan positif dalam skema pembenahan dunia militer di Tanah Air. Hanya saja, lanjut dia, kenaikan sebesar itu porsinya harus dibagi secara adil, artinya porsi untuk peningkatan kesejahteraan prajurit dan memodernisasi alutsista harus adil (proporsional).
"Kita memang dalam kondisi dilematis, sebab kondisi alutsista kita membutuhkan anggaran yang cukup besar sebagai alat pertahanan negara dan kesejahteraan prajurit juga harus menjadi perhatian, sebab tingkat kesejahteraan prajurit kita sekarang ini masih rendah," ujarnya.
Doktor yang mengupas masalah militer itu menyatakan, pengadaan alat persenjataan atau modernisasi alutsista yang sedang digiatkan pemerintah itu akan menjadi sia-sia jika tidak dibarengi dengan tradisi tempur dan itu tidak bisa dibangun dalam kurun waktu 5-10 tahun saja.
Sebab, lanjutnya, jika tradisi tempur ini tidak segera dibangun, secanggih dan se-modeern apapun peralatan alutsista atau persenjataan, nantinya justru akan menjadi barang rongsokan, karena prajuritnya tidak terbiasa menggunakannya.