REPUBLIKA.CO.ID, Syekh Al-Khalafi menyebutkan bahwa para ulama sepakat, pelanggaran-pelanggaran yang berdampak pada pemberlakuan dam ialah melakukan haji qiran atau tamattu’, tidak ihram dari miqat, tidak mabit I di Muzdalifah, tidak mabit II di Mina, tidak melontar jumrah, serta tidak tawaf wada.
Menurut Al-Khalafi, dari jenis pelanggaran ini maka dam dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori. Jenis yang pertama ialah dam haji tamattu’ dan haji qiran.
Dam ini dibayar oleh mereka yang meggabungkan antara umrah dan haji. Bila tamattu’ maka ia umrah terlebih dahulu sebelum berhaji. Sedangkan, qiran ialah melaksanakan haji dan umrah dalam satu niat sekaligus (QS Al-Baqarah: 196).
Sedangkan, klasifikasi yang kedua ialah dam fidyah. Jenis dam ini mesti dibayar oleh jamaah haji yang mencukur rambut, memotong, mencabut rambut, atau bulu badan, entah karena sakit atau hal lainnya.
Mengenakan pakaian terlarang sewaktu ihram, memakai minyak wangi pada rambut atau jenggot dan badan atau pakaian, juga masuk dalam kategori ini. Rujukannya masih pada ayat 196 Surah Al-Baqarah.
Kategori dam berikutnya ialah dam jaza’. Dam ini wajib dibayar oleh mereka yang melakukan satu dari dua hal berikut, yaitu memburu binatang darat yang boleh dimakan dagingnya, menebang, memotong, dan mencabut tanaman di Tanah Suci.
Dendanya yang harus ia bayar ialah menyembelih seekor kambing atau memberi tebusan kepada fakir miskin. Nilainya setara dengan harga satu kambing tersebut di pasaran. Opsi lainnya ialah berpuasa selama 10 hari.