REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diangap perlu menanggapi kasus penembakan 11 TKI yang tewas oleh polisi Malaysia yang terjadi dalam enam bulan terakhir. Desakan itu disampaikan etua Dewan Direktur Lembaga Kajian Publik Sabang-Merauke Circle (SMC) Syahganda Nainggolan.
"SBY paling tidak perlu mempertanyakan, mengapa kasus penembakan terhadap TKI di Malaysia berulang kali terjadi," katanya di Jakarta, Selasa (18/9). Syahganda menyebutkan sebanyak 11 TKI korban penembakan membabi-buta oleh polisi Malaysia, dimulai pada tiga TKI asal NTB di Kawasan Port Dickson, Negeri Sembilan, Malaysia, 24 Maret 2012.
Ketiga TKI yang hanya menggunakan masker, parang, serta sejenis kunci untuk keperluan pekerjaannya itu, tewas mengenaskan setelah diberondong peluru di bagian kepala maupun tubuh, saat razia polisi menemukan dan menduga ketiganya telah merampok di perkampungan.
Pada 19 Juni 2012, tiga TKI asal Jawa Timur juga mengalami nasib naas dengan kematian seketika oleh penembakan polisi di sekitar jalan tol Selangor, Malaysia. Tuduhannya adalah upaya perampokan rumah.
Polisi Malaysia bahkan mengawali pengejaran sebelum mobil para TKI terperosok ke luar jalanan, hingga terjadi adu tembak dengan korban tragis para TKI. Dari tangan TKI, Polisi menyatakan menemukan dua senjata api dan sebilah parang.
Lalu pada 7 September 2012, lima TKI yang dituduh merampok rumah sehari sebelumnya, tak lepas dari penembakan petugas polisi di Ipoh, Perak, Malaysia lewat peristiwa adu tembak.
Para TKI itu di antaranya empat orang berasal Batam, Kepulauan Riau, dan seorang berasal Jawa Timur. Polisi juga menemukan dua jenis senjata api dan parang dari para TKI tewas. "Patut dipertanyakan apakah mereka betul-betul melakukannya?" ucap Syahganda.
Ia heran Kedutaan Besar RI di Kuala Lumpur tidak pernah berupaya mengungkap dengan penyelidikan yang mendalam, kecuali menginformasikan kronologis versi kepolisian Malaysia, guna memperkuat alasan bahwa para TKI pantas ditembak untuk mati atas dugaan perampokan.
Mantan Direktur Eksekutif Cides (Center for Information and Development Studies) itu menambahkan, kasus penembakan mati TKI sebanyak itu merupakan hal sangat serius apalagi dilakukan tanpa prosedur tetap kepolisian yang berlaku umum di banyak negara, sehingga menyebabkan kematian TKI menjadi nista karena menyerupai binatang pengganggu yang nyawanya harus segera diakhiri.
"Setiap orang dengan pelanggaran kriminal berat pun tidak semestinya ditembak sampai mati, sebab masih ada cara lain dalam melumpuhkan dan kemudian memperosesnya secara hukum, untuk membuktikan ada tidaknya perbuatan yang disangkakan tersebut," ujarnya.