Rabu 19 Sep 2012 07:53 WIB

Clinton Sangkal Ada Data Intelijen Sebelum Serangan di Libya

Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Menteri Luar Negeri AS, Hillary R Clinton, berbicara saat melakukan konfwrensi pers usai pertemuan dengan Menteri Luar Negeri RI, Marty Natalegawa, di Jakarta, Senin (3/9) malam.
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Menteri Luar Negeri AS, Hillary R Clinton, berbicara saat melakukan konfwrensi pers usai pertemuan dengan Menteri Luar Negeri RI, Marty Natalegawa, di Jakarta, Senin (3/9) malam.

REPUBLIKA.CO.ID,  WASHINGTON--Menteri Luar Negeri, Hillary Clinton, Selasa (18/9) membantah informasi yang menyebut Gedung Putih telah mendapat peringatan mengenai serangan dalam waktu dekat di Libya yang menewaskan duta besarnya, Christopher Stevens. Ia menekankan AS tidak akan beristirahan hingga mereka semua yang berada di balik pembunuhan empat warga AS di Libya diadili.

"Kami tak memiliki data intelijen yang menyebut bahwa akan ada serangan segera atau yang direncanak nterhadap kantor kami di Benghazi," ujar Clinton dalam jumpa pers setelah pertemuan Departemen Luar Negeri dengan Menlu Meksiko, Patricia Espinosa, seperti dilansir AFP.

"Kami selalu mengambil langkah agresif jika itu soal melindungi staf-staf kami di kantor kedutaan dan konsulat penjuru dunia," ujar Clinton. Pernyataan itu menjadi yang terbaru di tengah gelombang protes anti-AS yang melanda di Timur Tengah, Afrika Utara dan Asia Selatan.

 

 Pemerintah juga selalu mengeveluasi bentuk keamanan di setiap pos dan menggandakan jika diperlukan," ujarnya seraya menggarisbawahi bahwa Washington juga bekerjasama dengan pemerintah lokal demi memastikan AS tahu seperti apa keamanan yang dibutuhkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement