REPUBLIKA.CO.ID, Manfaat dari informasi Sufi, sekali lagi seimbang dengan kerugian dari praktik yang salah dan pilihan bacaan yang telah bias (menyimpang).
Imigrasi bangsa-bangsa Asia –Arab (terutama dari Aden dan negara Somalia), India dan Pakistan—ke Inggris telah memperkenalkan 'Sufisme' dalam bentuk lain.
Ini mengelilingi kelompok-kelompok keagamaan Islam fanatik yang berkumpul sembahyang bersama (berjamaah), yang menstimulasi mereka secara emosional dan kadang memberi pengaruh katarsis.
Menggunakan terminologi dan kesamaan organisasi Sufi, yang memiliki cabang di banyak kota-kota industri dan kota-kota pelabuhan di Inggris.
Persoalannya di sini bukan sekadar bahwa banyak para partisipan saat ini tidak dapat mempelajari gagasan-gagasan Sufi (sejak mereka percaya kalau mereka sudah mengetahuinya), tetapi bahwa siapa pun –sosiolog, antropolog atau anggota masyarakat biasa—tidak selalu tahu, bahwa hal tersebut tidak mewakili Sufisme, lebih mewakili penaklukan ular dalam agama Kristen, atau permainan matematika 'Bingo'. Manfaatnya, sekali lagi, ada pada level rendah; kerugiannya tidak sedikit.
Seperti pertemuan mereka yang terindoktrinasi, ke seluruh dunia Islam dari Maroko sampai Jawa, mereka ini seringkali merupakan kelompok-kelompok fanatik yang menggunakan bentuk Sufi. Sebagian, jelas histeris.
Lainnya tidak pernah mendengar Sufisme dalam bentuk lain. Bagi mereka, pernyataan-pernyataan seperti dilontarkan Ibnu Al-Arab –“Malaikat adalah kekuatan yang tersembunyi di dalam pancaindera dan organ manusia" akan tampak menghujat—dan mereka masih memuja Ibnu Al-Arabi!
Bukan hal yang mustahil jika entitas ini (melalui antusiasme semata, penyebaran uang yang efisien dan jalan lain menuju metode publikasi-massa modern) secara umum akan dianggap oleh pengamat sebagai Sufi yang sesungguhnya (sejati) atau mewakili gagasan Sufi.
Barangkali ada benarnya mengatakan bahwa agama adalah masalah sangat (terlalu) penting, untuk diserahkan kepada para intelektual spekulatif yang tidak ahli dan kepada pendeta.