REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ustaz Fadlan Garamatan masih ingat betul ketika pertama kali mulai berdakwah. Ia disangka bukan muslim karena tampilannya yang berambut keriting, hitam dan berasal dari Papua.
"Jadi, ya seperti itu, orang Papua itu identik dengan non-muslim," papar dia saat mengisi materi dalam pengajian Masjid Agung Sunda Kelapa (MASK), Sabtu (29/9).
Kesalahpahaman itu juga terjadi ketika ia kuliah di Makassar, Sulawesi Selatan. Ketika datang ke kampus, ia menyapa salam. Namun, tidak ada yang menjawabnya. Demikian pula ketika memasuki ruang kuliah.
Kebetulan saat itu materi kuliah yang diajarkan adalah studi agama Islam. "Saya tidak tahu, kalau saya jadi perhatian. Saya dengar dosen mengatakan bagi yang non-muslim silahkan keluar. Saya pikir orang lain, ternyata saya," kenang dia sembari tersenyum.
Masih dalam ruangan itu, karena tak juga beranjak keluar, lalu sang dosen menghampiri. Ia meminta sangat keras Ustaz Fadhlan segera meninggalkan ruang kelas. Karena tidak terima, sang ustaz berkata pada dosennya, "Apakah agama Islam itu hanya untuk Bugis atau Arab? Siapakah sahabat Nabi (Muhammad SAW) yang hitam keling, suaranya merdu? Sebelum keluar, saya minta setiap mahasiswa membaca Alquran?, dosen saya hanya menyanggupi pertanyaan ketiga," kenang dia.
Lalu dibacalah salah satu surah Al-Hasyr. Kebetulan surat tersebut berisi tentang pengusiran. Dari sekian banyak mahasiswa, hanya dirinya dan tiga mahasiswa lain yang bacaannya bagus.
Melihat fakta itu, ia mengaku sedih. Pasalnya, Alquran adalah sumber dari segala petunjuk. Akankah Indonesia bisa maju tanpa tahu petunjuk dalam Alquran. "Sejak itu, saya disapa Ustaz Papua," pungkasnya.