REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri BUMN Dahlan Iskan menginginkan pembangunan pabrik radioisotop di Amerika Serikat harus menggunakan pengayaan uranium Indonesia.
"Tetapi pembangunan pabrik ini menggunakan pengayaan uranium dari Indonesia," ujar Dahlan usai bertemu dengan perwakilan Indonesian National Shipowners Association (INSA) di Jakarta, Jumat (5/10).
Pabrik radioisotop ini merupakan perusahaan patungan (joint venture) antara Batan Teknologi Persero dan Babcock & Wilcox, Amerika Serikat.
Menurut Dahlan, ia sudah menyetujui pembentukan perusahaan patungan kedua perusahaan tersebut. Saat ini, pihak Amerika tengah meminta persetujuan dengan pemilik sahamnya.
"Kan, Batan Tekno meminta persetujuan saya dan pihak Amerika meminta persetujuan pemegang sahamnya," katanya.
Dahlan menyebutkan, bila kedua pemegang saham menyetujui rencana pembentukan pabrik radioisotop tersebut, maka baru dapat direalisasikan pembangunan reaktor nuklir yang mengambil tempat Amerika Serikat untuk tujuan kedokteran nuklir.
Ia mengharapkan, Batan Teknologi memiliki saham mayoritas dari perusahaan "joint venture" tersebut, walau hanya membenamkan investasi sekitar Rp 1,7 triliun.
Pabrik radioisotop itu baru dapat direalisasikan pada pertengahan tahun depan. "Pertengahan tahun depan rencananya akan kita mulai ekspansi di sana," katanya.
Dahlan juga menginginkan sebutan BatanTek diubah menjadi Batan Tekno. "Kita resmikan saja namanya menjadi Batan Tekno bukan BatanTek. Nanti dikira pabrik tekstil lagi," katanya.
Pendirian perusahaan kedokteran nuklir ini disebabkan radioisotop yang diproduksi BatanTek tidak dapat diekspor ke AS. Selain itu, radiasi dari radioisotop lama kelamaan akan habis sehingga tidak dapat digunakan.