Senin 08 Oct 2012 08:31 WIB

Dinamika Migrasi dalam Islam (4-habis)

Rep: Nashih Nashrullah/ Red: Chairul Akhmad
Bocah-bocah pengungsi Afghan tengah belajar di sebuah sekolah terbuka di pinggiran Jalalabad (ilustrasi).
Foto: AFP/Noorullah Shirzada
Bocah-bocah pengungsi Afghan tengah belajar di sebuah sekolah terbuka di pinggiran Jalalabad (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Sejak 1970-an, perang, kemarau, dan kerusakan lingkungan telah mengubah jutaan orang menjadi pengungsi.

Tak sedikit Muslim mencari suaka di daerah Muslim, tetapi pertalian etnis lintasperbatasan, politik, dan kedekatan geografis juga penting dalam menentukan pola pelarian dan perlindungan.

Ambil contoh, di Sudan, Pemerintah Islam sama-sama menerima pengungsi Kristen maupun Muslim dari Etiopia, Kenya, yang sedikit penduduk Muslimnya, serta memberi suaka bebas bagi Muslim dari Somalia.

Negara-negara Muslim Afrika, seperti negara Afrika pada umumnya, telah menandatangani instrumen hukum PBB yang melindungi pengungsi, terutama Konvensi 1951 atau protokol 1967.

Timur Tengah, pada awal 1990-an, telah menerima beberapa kelompok pengungsi selain penduduk Palestina. Dua kelompok berikut adalah generasi pengungsi lama dan berangsur lenyap, serta orang asal Eropa yang tak bernegara (sebagian besar Rusia Putih dan Armenia). Mereka tersebar dari Mesir hingga Maroko.

Di Timur Tengah ini biasanya para pengungsi Muslim meminta suaka dari negara Muslim. Karena jumlahnya besar, arus ini merupakan tantangan terbesar dan beban dengan potensi terberat. Suaka jarang ditolak sebagaimana kebanyakan negara Afrika.

Kecuali, negara-negara Teluk Arab yang ketat secara tradisional. Yaman, berhadapan dengan Tanduk Afrika, menerima ribuan orang Etiophia dan Somalia sebelum mereka meneruskan perjalanan.

Aljazair menerima lebih dari sepuluh tahun sekitar 200 ribu orang Syahrawi. Iran menerima 2,3 juta pengungsi Afghanistan setelah 1978. Terutama, sesama Muslim Syiah yang berbahasa Persia.

Di Asia, penggiran luar Dunia Islam, pengungsi Muslim adalah minoritas yang tertindas atau melakukan perlawanan menghadapi kekuatan negara pusat. Misalnya, kaum Arakan di Myanmar, suku Moro di Filipina Selatan, dan Kazakhstan di Cina.

Lebih dekat lagi ke tanah pusat Muslim di Asia Selatan dan Barat, pengungsi muncul karena negara Muslim diciptakan, seperti Pakistan, atau mengalami kerusuhan sosial besar, seperti Afghanistan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement