Rabu 10 Oct 2012 13:25 WIB

Hukum Mengubah Jenis Kelamin (1)

Rep: Heri Ruslan/ Red: Chairul Akhmad
Operasi kelamin (ilustrasi).
Foto: inmed.us
Operasi kelamin (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Di pengujung 2009, sebuah keputusan kontroversial ditetapkan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Batang, Jawa Tengah.

Ketua Majelis Hakim Widiastuti mengabulkan permohonan Agus Wardoyo (30 tahun), seorang warga Desa Tumbrep, Kecamatan Bandar, Kabupaten Batang untuk mengubah jenis kelaminnya menjadi wanita.

Agus yang mengaku sudah melakukan operasi alat vital pada 2005 lalu di RS dr Soetomo, Surabaya, itu pun berubah nama menjadi Dea Wardini.

Keputusan majelis hakim PN Batang itu pun menuai pro dan kontra. Ada kalangan yang menolak, ada kalangan yang tak mempermasalahkan dan tak sedikit pula yang mendukung.

Lalu bagaimana sebenarnya hukum Islam memandang praktik pergantian kelamin? Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menetapkan fatwa tentang operasi perubahan kelamin pada Musyawarah Nasional II Tahun 1980.

Dalam fatwanya yang ditandatangani Prof Hamka, MUI memutuskan bahwa mengubah jenis kelamin dari laki-laki menjadi perempuan atau sebaliknya adalah haram.

''Bertentangan dengan Alquran Surah An-Nisa ayat 19 dan juga bertentangan dengan jiwa Syara,'' ungkap Buya Hamka dalam fatwa tersebut. ''... mungkin kamu tidak menyukai sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.'' (QS. An-Nisa: 19).

Selain mengharamkan operasi perubahan jenis kelamin, MUI juga memutuskan kedudukan jenis kelamin orang yang telah dioperasi alat vitalnya tetap sama dengan sebelum diubah atau dioperasi. ''Seseorang khusus (banci) yang kelaki-lakiannya lebih jelas boleh disempurnakan kelaki-lakiannya. Demikian pula sebaliknya dan hukumnya menjadi positif,'' papar Buya Hamka.

Para Ulama NU (Nahdlatul Ulama) dalam Muktamar di Semarang, Jawa Tengah juga telah memutuskan hukum penggantian kelamin. Ulama NU bersepakat bahwa mengganti kelamin hukumnya haram. ''Hukumnya adalah haram, sebab termasuk mengubah ciptaan Allah dan mengecoh orang lain.''

Imam Al-Qurtubi dalam tafsirnya juz II halaman 1.963 mengatakan sebagai berikut: Abu Ja'far Al-Thabari berkata, hadis riwayat Ibnu Mas'ud adalah sebagai dalil tentang ketidakbolehan mengubah apa pun yang telah diciptakan Allah SWT, baik menambah ataupun menguranginya.

Imam Iyadh berkata, ''Orang yang diciptakan dengan jari-jari berlebih ataupun anggota tubuh yang berlebih, maka ia tak boleh memotong ataupun mencabutnya, karena yang demikian itu berarti mengubah ciptaan Allah SWT. Kecuali jika berlebihan itu menyakitkan, maka boleh mencabutnya menurut Imam Abu Ja'far dan lainnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement