Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar
Perjalanan spiritual Musa yang kemudian berjumpa dengan Khidhir, bagian dari isyarat perlunya seseorang melakukan pengembaraan untuk meningkatkan pengetahuan dan makrifat kepada Allah SWT.
Bukan saja terhadap Musa melainkan siapa pun yang ingin memperoleh kemuliaan dan keutamaan dari-Nya sebagaimana diisyaratkan ayat berikut.
“Dialah Tuhan yang menjadikan Kamu dapat berjalan di daratan dan di lautan. Sehingga apabila kamu berada di dalam bahtera, dan meluncurlah bahtera itu membawa orang-orang yang ada di dalamnya dengan tiupan angin yang baik, dan mereka bergembira karenanya.”
“Datanglah angin badai, dan (apabila) gelombang dari segenap penjuru menimpanya, dan mereka yakin bahwa mereka telah terkepung (bahaya), maka mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata. (Mereka berkata), "Sesungguhnya yang bersyukur." (QS Yunus [10]:22).
Seseorang yang hendak melakukan pengembaraan (safar) pertama kali ia harus mengukuhkan niat untuk melakukan sesuatu yang mulia.
Sasaran safar bisa dimotivasi dengan mendalami ilmu syekh atau mursyid, memunculkan tekad yang kuat untuk meninggalkan segala bentuk kemudahan hidup di rumahnya menuju sebuah tempat yang betul-betul dituntut kemandirian.
Safar biasanya dilakukan berkelompok sehingga di sepanjang jalan mereka bisa melatih diri menemukan sahabat spiritual (al-shuhbah), seperti dijanjikan dalam hadis, salah satu dari tujuh kelompok penghuni peristirahatan di bawah Arasy, ialah seseorang yang menjalin persaudaraan spiritual secara permanen semata-mata karena memohon ridha Allah SWT.