Rabu 17 Oct 2012 14:50 WIB

MA: Sanksi Hakim Puji Tunggu Penetapan Tersangka

Rep: Muhammad Fakhruddin/ Red: Djibril Muhammad
Hakim Pengadilan Negeri Bekasi, Puji Wiryanto
Foto: Erdy Nasrul
Hakim Pengadilan Negeri Bekasi, Puji Wiryanto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bekasi yang diciduk petugas Badan Narkotika Nasional (BNN), Puji Wijayanto, akan diberhentikan sementara. Namun, sebelum langkah itu dilakukan Mahkamah Agung terlebih dahulu harus menunggu penetapan tersangka Hakim Puji.

"Begitu ada surat dari BNN bahwa sebagai tersangka dan ditahan, langsung dikeluarkan surat pemberhentian sementara," kata  Juru Bicara Mahkamah Agung, Djoko Sarwoko saat konferensi pers di Gedung MA, Rabu (17/10).

Selain akan diskors, Hakim Puji nantinya juga tidak mendapatkan remunerasi. Selanjutnya, Puji akan disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta  Pusat. "Karena ditangkap di Jakpus maka disidang di PN Jakpus sekalipun BNN berada di Cawang," kata Djoko.

Sebelum BNN menciduk Hakim Puji, Badan Pengawas MA sudah mendapat laporan bahwa Hakim Puji kerap menggunakan zat terlarang dan sering mangkir di persidangan. Hakim Puji telah didemosi atau dikenakan sanksi penurunan pangkat.

"Sudah dikeluarkan SK (demosi) ke Ternate sebulan lalu," kata Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Mahkamah Agung (MA), Ridwan Masyur.

Sanksi demosi didasarkan atas rekomendasi Badan Pengawas MA yang menemukan adanya pelanggaran yang dilakukan hakim Puji di PN Bekasi. Rekomendasi sanksi demosi dikeluarkan setelah Bawas MA melakukan penelusuran dugaan pelanggaran Hakim Puji, 4 - 5 bulan silam.

Setelah dikeluarkan SK demosi, Hakim Puji seharusnya sudah terbang ke PN Ternate. Namun, menurut Ridwan, dalam proses demosi ke PN Ternate ada jeda waktu pemberangkatan ke tempat baru. Waktu jeda diberikan maksimal sebulan, berikut toleransi penundaan pemberangkatan maksimal 15 hari.

Dalam masa toleransi penundaan inilah kemudian Hakim Puji diciduk petugas Badan Narkotika Nasional (BNN) pada Selasa (16/10).  "Ada waktu jeda pemberangkatan, biasanya sebulan. Ada toleransi penundaan maksimal 15 hari. Tapi sebelum berangkat tersandung kasus itu," kata Ridwan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement