REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menolak hukuman mati. Pasalnya, Komnas HAM menilai setiap terpidana memiliki hak mendapatkan grasi dan hak hidup.
"Kita bayangkan jika tak ada grasi, mereka akan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan hak mereka (untuk hidup)," kata Ketua Komnas HAM, Ifdhal Kasim dalam diskusi bertajuk 'Polemik Pemberian Grasi Dalam Kasus Narkoba' di kantor Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Kamis (18/10).
Ifdhal mengatakan setiap terpidana dalam kasus apapun, termasuk korupsi dan narkoba, bisa jadi menjadi korban dari adanya kesalahan dalam sistem peradilan. Bisa jadi, masih kata Ifdhal, terjadi kesalahan dalam proses hukum mereka dari tingkat penyelidikan, penyidikan, hingga peradilan.
"Kita harus fair, masih ada sistem peradilan yang sesat. Oleh karena itu, kita tak bisa menampik adanya kesalahan dalam sistem peradilan pidana kita," kata Ifdhal.
Karenannya, Ifdhal tak mempersoalkan pemberian grasi Presiden SBY terhadap terpidana narkoba, Deni Setia Maharwan. Menurutnya, Presiden SBY memang punya kewenangan memberikan grasi.
Untuk diketahui, Mahkamah Agung (MA) membatalkan hukuman mati Deni alias Rapi Muhammad Majid, sindikat narkoba. Sebab pengajuan grasi yang diajukan ke Presiden RI dikabulkan.
Selain Deni, MA juga membatalkan vonis hukuman mati untuk produsen narkotika Hengky Gunawan. MA beralasan pengenaan hukuman mati bertentangan dengan pasal 28 ayat 1 UUD 1945 dan melanggar Pasal 4 UU No 39/1999 tentang HAM.