REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Markas Besar Kepolisian Indonesia membantah kecolongan terkait adanya aksi pelemparan bom terhadap Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri Brigadir Jenderal Polisi Boy Rafli Amar mengatakan dua terduga teroris yang ditangkap merupakan kelompok yang pernah beraktivitas di Poso.
Ia mengaku, mereka ditangkap atas hasil pengembangan jaringan Poso. "Tokohnya yang di-surveillance (diawasi). Unsur yang mengendalikan mereka yang di-surveillance," ujarnya, Senin (12/11).
Ia melanjutkan, terduga teroris yang sebelumnya beraksi di Sulawesi dan Surakarta dipetakan. Kelompok Surakarta kemudian diringkus di Jakarta. Sebulan yang lalu, Mabes Polri pernah menyampaikan adanya kelompok yang akan merencanakan melakukan aksi di Sulawesi Selatan.
Dua terduga teroris ditangkap, Ahad (11/11) sekitar pukul 09.30 WITA di dua tempat berbeda di Makasar. Mereka adalah Awaludin (25 tahun) dan Andika (27 tahun). Menurut Boy, ada beberapa orang dalam pencarian yang terkait kelompok ini. Sementara ini, mereka dipastikan kelompok di luar jaringan pimpinan Santoso.
Awaludin yang berasal dari Mambi ditangkap Detasemen Khusus 88 Antiteror di Monumen Mandala, Makasar. Barang bukti berupa satu bom pipa, satu senjata api revolver dan lima butir amunisi berhasil diamankan dari dirinya. Ia adalah pria yang melempar bom rakitan ke arah Gubernur Sulsel saat acara gerak jalan santai, Ahad.
Sedangkan Andika yang diketahui berasal dari Bone ditangkap di sekitar Masjid Raya Larenkang, Makasar. Sebuah senjata api jenis FN disita sebagai barang bukti. "Rencana aksi teror telah diketahui oleh tim dari hasil investigasi," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri Brigadir Jenderal (Pol) Boy Rafli Amar, kemarin.