Jumat 23 Nov 2012 22:28 WIB

KPU-Bawaslu Berseteru, Pemilu Berpotensi Mundur

Rep: Ira Sasmita / Red: Djibril Muhammad
Anggota Komisi II dari PDIP, Arif Wibowo
Anggota Komisi II dari PDIP, Arif Wibowo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kisruhnya dua lembaga yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengundang pertanyaan. Salah satu yang mendasar adalah kesiapan dua lembaga tersebut dalam menyongsong Pemilu 2014.

Belum lagi, tahapan pemilu yang sudah berjalan sekarang ini. Di mana, kedua lembaga tersebut sudah saling bersikutan sedari awal. Kondisi itulah yang dinilai riskan anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Arif Wibowo.

"Kesiapan KPU untuk pemilu perlu dipertimbangkan. Begitupula Bawaslu. Terutama dalam menafsirkan dan menjalankan aturan pemilu," katanya di Jakarta, Jumat (23/11).

Menurut dia, kedua institusi tersebut cenderung bias dalam menjalankan fungsinya. Sehingga mengundang ketidakpercayaan dari banyak pihak, terutama calon peserta pemilu. Sehingga muncul persoalan-persoalan seperti pemunduran hasil seleksi parpol, putusan KPU yang dianggap cacat hukum, sampai konflik kelembagaan. Padahal, secara prinsipal aturan pelaksanaan pemilu serta kewenangan KPU dan Bawaslu telah jelas.

Ketidaksiapan KPU, dikatakan Arif, terlihat saat pemunduran hasil verifikasi administrasi parpol. Dilanjut dengan ketidaktrasnparanan KPU saat mengumumkan hasil verifikasi. Parpol yang dinyatakan lolos seleksi maupun yang tidak lolos tidak diberikan penjelasan KPU. Akhirnya persoalan itu berujung pada aksi penolakan sejumlah parpol yang tidak lolos verifikasi administrasi.

Selanjutnya Bawaslu masuk untuk menjembatani persoalan parpol-parpol itu dengan KPU. Namun Arif menyayangkan Bawaslu tidak menjalankan wewenangnya dengan semestinya. 

"Dari penanganan konflik saja sudah kelihatan. Hiruk-pikuk itu kan suatu hal yang bisa diprediksi sejak awal. Penyelesaian sengketa itu jelas aturannya, dan Bawaslu punya kewenangan cukup kuat," kata Arif.

Tetapi Bawaslu mengkategorikan aduan parpol itu sebagai pelanggaran administrasi pemilu, bukan sengketa pemilu. Di mana putusannya berbentuk tindak lanjut yang dikembalikan kepada kewenangan KPU. Kesalahan Bawaslu, lanjut Arif, rekomendasi yang dihasilkan hanya untuk 12 parpol. 

"Harusnya 34 parpol, karena sejak awal dalam Undang-Undang sudah dikatakan verifikasi administrasi tidak bisa dilakukan," ujarnya.

Kesalahan itulah yang dikhawatirkan Arif akan menimbulkan potensi kemunduran pelaksanaan pemilu. Sebab, parpol yang bersengketa mungkin akan melanjutkan persoalan itu ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) meskipun belum ada putusan dari Bawaslu. Jika PTUN memutuskan agar KPU memasukkan parpol tersebut ke dalam verifikasi faktual, maka potensi kemunduran besar terjadi.

"Verifikasi faktual kan tiga bulan, sedangkan April sudah pencalegan. Pasti akan mengganggu tahapan pemilu yang sudah dijadwalkan. Belum lagi kalau PTUN mengeluarkan putusan lain," ungkap Arif.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement