REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Data dari Laporan Aduan (Lapdu) masyarakat terkait perbuatan tercela aparat Kejaksaan Republik Indonesia, menunjukan jumlah yang cukup mencengangkan.
Setidaknya dalam kurun waktu empat tahun terakhir, tercatat angka 953 Penjatuhan Hukum Disiplin (PHD) telah diberikan kepada oknum Kejaksaan.
"Itu PHD-nya, artinya itu adalah yang sudah terbukti melakukan pelanggaran dan kita beri sanksi. Kalau Lapdu dari masyarakat, sejak tahun 2009 itu sudah ribuan yang masuk hingga September 2012," kata Dachamer Munthe, Sesjam Pengawasan Kejaksaan Agung, Senin (3/11) siang.
Ia menjelaskan, angka PHD ini terdiri dari empat macam kategori aduan dari masyarakat. Yakni, Indisipliner, penyalahgunaan wewenang, urusan perdata dan perbuatan tercela lainnya. Di antara lainnya, menurut dia jenis laporan penyalahgunaan wewenang oleh oknum Kejaksaan menjadi yang paling tinggi.
Disebutkannya, 595 pelanggaran tercatat untuk jenis perbuatan penyalahgunaan wewenang ini. Kemudian menyusul, perbuatan indispliner sebanyak 165 dan perbuatan tercela lainnya 214, sedangkan urusan perdata nihil jumlanya. "Jenis penyalahgunaan memang yang paling tinggi. Ini membuktikan lemahnya mental mereka saat diamanati wewenang," ujar dia.
Dachamer mengaku, tingginya tingkat pelanggara ini cukup membuatnya khawatir. Padahal, para pelaku pelanggaran ini telah dihadapakan pada tiga jenis hukuman, tingkat ringan, sedang dan berat.
Dengan hukuman terberat adalah pemberhentian dengan tidak hormat dari status Pegawai Negeri Sipil (PNS). Namun, ternyata perbuatan aparat Kejaksaan tidak juga mereda, bahkan beberapa ada yang terlibat beberapa kali. "Yang jelas dalam Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia 022/A/JA/03/2011, semua sudah diatur. Memang penerapannya yang masih lemah, segera harus ada evaluasi, karena trennya setiap tahun, jumlah pelanggaran oknum Kejaksaan terus meningkat.