REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBIA -- Sejumlah Tentara Revolusi Kolombia atau Fuerzas Armadas Revolucionarias de Colombia (FARC) tewas di Kolombia setelah militer melancarkan pengeboman pada tiga kamp mereka, Senin (3/12) waktu setempat.
Seperti dikutip dari BBC News, Senin (3/12) pihak tentara, pengeboman tersebut menewaskan setidaknya 20 orang FARC. Pengeboman tersebut dikatakan sebagai operasi militer terbesar terhadap kelompok itu sejak perundingan perdamaian dimulai di Oslo, Norwegia pada Oktober lalu.
Menurut pernyataan yang dikeluarkan oleh tentara Kolombia pada hari Ahad (2/12), operasi itu dilakukan di Provinsi Narino di dekat perbatasan dengan Ekuador. "Kamp-kamp berada di provinsi Narino di dekat perbatasan Ekuador," ujar Komandan Jenderal Leonardo Barrero.
Serangan ini terjadi usai Presiden Juan Manuel Santos mengatakan para pemberontak memiliki waktu kurang dari satu tahun untuk meninggalkan senjata mereka. Santos menyebutkan, pemerintah akan menawarkan semua jaminan yang diperlukan sehingga FARC bisa melucuti senjata dan bergabung dengan proses politik.
"Ini harus menjadi suatu proses bulan, bukan tahun," kata Santos. Santos mengatakan setiap upaya untuk penundaan melucuti (senjata) tidak dapat diterima. Tetapi FARC belum menanggapi batas waktu Santos.
Pembicaraan perdamaian antara Kolombia dan FARC dimulai di Norwegia pada Kamis (18/10) lalu. Setelah itu pembicaraan tersebut pindah ke ibukota Kuba, Havana, sebulan kemudian.
Tahap pertama dari dialog yang ditujukan untuk mengakhiri lima dekade konflik berakhir Kamis (29/11) lalu. Pembicaraan dijadwalkan akan dilanjutkan.
FARC berjumlah 16 ribu pada tahun 2001 lalu, tetapi sekarang diperkirakan memiliki sekitar 8.000 pejuang.