REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ketua Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) DKI Jakarta, Ramdansyah, mengatakan, larangan penggunaan atribut baju kotak-kotak bagi saksi atau relawan kedua pasangan calon gubernur selama pencoblosan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) pada Pemilukada DKI putaran kedua, 20 September mendatang masih belum jelas.
"Jadi, masih merupakan wacana. Belum ada larangan pemakaian baju kotak-kotak," tegas dia, di Jakarta, Selasa (4/9).
Menurut Ramdansyah, wacana tersebut muncul berdasarkan tanggapan para pemantau, petisi koalisi rakyat, yang melakukan demo di kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Panwaslu DKI, Kamis (30/8) lalu.
Selanjutnya, digelar pertemuan di kantor Panwaslu DKI pada Jumat (31/8). Yang dihadiri Panwaslu, KPU DKI, dua tim kampanye pasangan calon gubernur dan Pemda DKI.
"Pada rapat itu muncul wacana atas masukan salah satu tim pasangan calon tentang pemakaian atribut oleh saksi saat pencoblosan di TPS. Namun belum ada keputusan tentang pelarangan penggunaan atribut di TPS oleh saksi. Baik baju kotak-kotak, maupun kaos berlogo kumis," ungkapnya.
Panwaslu meminta apabila ada pelarangan oleh KPU DKI tentang baju kotak-kotak, agar tidak dibuat saat injury time.
Maksudnya, pelarangan perbuatan tertentu atau diperkenankan perbuatan lain, seperti penggunaan baju kotak-kotak pada putaran pertama Pilkada DKI dibuat oleh KPU DKI. Dalam bentuk surat edaran yang diedarkan dua hari sebelum pemungutan suara berlangsung.
"Kalau memang akan diputuskan begitu (pelarangan pemakaian baju kotak-kotak), KPU DKI harus memutuskan minimal H-7 sebelum pencoblosan. Agar bisa dikordinasikan di lapangan dan juga menghindari salah paham antara petugas, Panwaslu, saksi dan masyarakat pada hari pemungutan suara," ujar dia.
Sebelumnya, Ketua Kelompok Kerja Sosialisasi, Pemungutan dan Perhitungan Suara KPU DKI Jakarta, Sumarno, menilai, munculnya wacana larangan pemakaian baju kotak-kotak di TPS, sebagai hal yang aneh. Sebab, pada putaran pertama Pemilukada DKI, baju-baju yang dianggap sebagai ciri khas calon tidak dilarang.
"Iya kalau di putaran kedua dilarangkan perlu ada alasan yang bisa kita pegang, dan yang mempunyai kekuatan hukum.
Alasan kenapa di putaran kedua itu saksi tidak boleh mengenakan baju,sedangkan di putaran pertama itu tidak dipersoalkan," ucapnya.