Kamis 28 Jun 2012 14:17 WIB

Perludem : Sidang Perdana DKPP hanya Ajang Promosi

Rep: Ira Sasmita/ Red: Dewi Mardiani
Pilkada (ilustrasi).
Foto: Blogspot.com
Pilkada (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengatakan sidang perdana Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Rabu (27/6), hanya dijadikan ajang promosi lembaga tersebut. Perludem menengarai banyak terdapat kejanggalan pada sidang dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu yang menjadikan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta, Dahlia Umar, sebagai terduga.

"Sidang banyak diwarnai oleh pernyataan tidak perlu. Ketua DKPP Jimly Ashiddiqie dalam persidangan malah lebih banyak menjelaskan tentang apa dan bagaimana DKPP. Seolah dijadikan ajang untuk mempromosikan diri," kata Ferry Junaedi, Deputi Direktur Perludem, dalam diskusi bertajuk "Mempertanyakan Sidang Perdana DKPP" di Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (28/6).

Menurutnya, sidang itu tidak didahului oleh kajian Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) DKI Jakarta. Disebutkan Ferry, kajian Panwaslu atas laporan dan temuan dugaan pelanggaran kode etik, harusnya menjadi dasar bagi DKPP untuk melakukan verifikasi. Kajian Panwaslu penting agar penyelenggara pemilu terhindarkan dari tindakan semena-mena dan dipermalukan di hadapan publik.

Titi Anggraini, Direktur Eksekutif Perludem, menjelaskan, mengacu pada Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilu, DKPP belum memenuhi kewajibannya. Ketentuannya, selambat-lambatnya tiga bulan setelah dibentuk, kata dia, DKPP harus membuat prosedur penanganan pelaporan dan kode etik pelanggaran pemilu.

"Hingga saat ini DKPP belum membuat aturan tersebut, hanya ada aturan yang lama berdasarkan UU No 22/2007, " kata dia. Sidang perdana DKPP, menurut Titi, tidak memberikan kesempatan terlebih dahulu kepada Dahlia Umar sebagai terduga untuk melakukan klarifikasi. Sehingga, Dahlia sudah diadili secara terbuka, padahal belum terbukti kesalahannya.

Pakar hukum Universitas Indonesia, Topo Santoso, mengatakan kekeliruan DKPP adalah tidak memiliki hukum materiil dan hukum prosedural. Hukum materil mengacu pada penetapan aturan tentang pelaporan pelanggaran kode etik penyelenggaraan pemilu. Kemudian hukum prosedural adalah penetapan tata cara atau prosedur untuk menangani pelanggaran kode etik yang ditemukan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement