REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Jelang hari pencoblosan pada Pemilukada DKI Jakarta 11 Juli mendatang, banyak dugaan terkait politik uang, termasuk serangan fajar. Terkait hal itu, Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) DKI Jakarta melakukan serangkaian antisipasi.
"Kita antisipasi politik uang pada malam sebelum pencoblosan dengan mendatangi rumah-rumah," ujar anggota Panwaslu DKI Jakarta Muhammad Jufri di Jakarta, Selasa (10/7).
Begitu juga pada saat pencoblosan, kata dia, Panwaslu bekerja sama dengan Komite Panitia Pemungutan Suara (KPPS) melarang calon pemilih untuk membawa kamera maupun telepon genggam.
"Hal itu juga untuk mengantisipasi pemilih pasca bayar. Mereka mengambil gambar pilihannya untuk ditukarkan dengan sejumlah uang. Jadi model-model seperti ini, kita antisipasi," katanya.
Disinggung mengenai pelanggaran yang dilakukan tim sukses, Jufri menjawab bahwa Panwaslu banyak menemukan brosur-brosur calon gubernur di masa tenang. "Tapi siapa pelakunya, kami belum mengetahui. Brosur pasangan calon beredar di rumah-rumah," katanya.
Bahkan dia mengaku juga menemukan satu kantong yang berisi brosur, kalender dan poster salah satu pasangan calon gubernur di rumahnya. Dia menemukan kantong tersebut di depan rumahnya Senin (9/7) malam.
"Kampanye hitam juga ditemukan, namun semuanya masih dalam bentuk brosur. Panwaslu tidak tahu siapa pelakunya," katanya.
Panwaslu juga belum menerima pengaduan dari masyarakat tentang adanya pelanggaran. Sejauh ini hanya dalam bentuk temuan-temuan dan informasi. "Kami berharap semua pihak berpartisipasi agar pilkada dapat berlangsung jujur dan adil," katanya.
Pilkada DKI Jakarta akan dilangsungkan 11 Juli. Pilkada tersebut diikuti enam pasangan calon yakni Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli, Alex Noerdin-Nono Sampono, Jokowi-Basuki Tjahaja, Hidayat Nurwahid-Didik J Rachbini, Faisal Basri-Biem Benyamin dan Hendarji Soepanji-Riza Patria.