REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Koalisi oposisi utama Mesir menolak rencana Presiden Mesir, Muhammad Mursi untuk referendum konstitusi pekan ini. Para oposisi beralasan hal itu berisiko menyeret negara itu ke dalam 'konfrontasi kekerasan'.
Mursi memutuskan pada Sabtu (8/12) untuk menarik kembali dekrit yang dibuatnya pada 22 November lalu yang ternyata telah gagal menenangkan oposisi. Pihak oposisi masih mendorong Mursi untuk membatalkan referendum, pada Sabtu (15/12) mendatang. Oposisi mengatakan, mereka menolak proses seluruhnya dan menolak untuk menyebutnya sah.
"Kami menentang proses ini dari awal sampai akhir," kata juru bicara Front Keselamatan Nasional Hussein Abdel Ghani, dalam sebuah konferensi pers.
Ratusan pemrotes tetap berkerumun di sekitar istana Mursi, meski tank, kawat berduri dan hambatan lain yang telah dipasang pekan lalu setelah bentrokan yang menewaskan tujuh orang.
"Menyelenggarakan sebuah referendum sekarang dengan tidak adanya keamanan mencerminkan terburu-buru dan tidak adanya rasa tanggung jawab pada bagian dari rezim, yang berisiko mendorong negara menuju konfrontasi kekerasan," kata sebuah pernyataan dari Front.
Ikhwanul Muslimin mengatakan, pemungutan suara akan menutup sebuah transisi demokrasi yang dimulai ketika sebuah pemberontakan rakyat menggulingkan Hosni Mubarak pada 22 bulan lalu setelah tiga dekade didukung peraturan militer.