REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) menilai penetapan tersangka kepada Direktur Utama PT Indosat Mega Media (IM2), Indar Atmanto dan tuduhan penyalahgunaan alokasi frekuensi pada pita 2,1GHz menunjukkan penyidik Kejaksaan tidak memahami konteks telekomunikasi.
Anggota BRTI, Nonot Harsono menilai Kejaksaan Agung cenderung memaksakan diri menjadikan kasus IM2 sebagai kasus dugaan korupsi yang merugikan keuangan Negara.
“Penyidik Kejaksaan salah menafsirkan istilah 'menggunaan frekuensi' dan tidak memahami konteks telekomunikasi, terutama tentang istilah 'menggunakan bersama' pita frekuensi radio," kata Nonot di Jakarta.
Nonot menjelaskan makna menggunakan alokasi frekuensi itu artinya membangun pemancar-penerima (jaringan seluler) sendiri, dan mengoperasikannya pada frekuensi tertentu. "Sedangkan makna 'menggunakan bersama' pita frekuensi radio artinya adalah ada dua atau lebih entitas, yang masing-masing membangun jaringan radionya sendiri-sendiri dan dioperasikan menggunakan frekuensi yang sama persis," sebut Nonot.
Misalnya, kata Nonot, ada dua entitas pengguna alokasi frekuensi, maka agar tidak saling mengganggu, ada tiga pilhan cara yang bisa dilakukan. Cara pertama, dibedakan wilayah cakupannya, misalnya yang satu di wilayah Sumatera, yang satu lagi di wilayah Jawa.
"Cara kedua, dibedakan waktu operasinya, misalnya yang satu siang dan yang satu lagi malam. Cara ketiga, dipakai teknologi untuk membedakan kedua sinyal radio agar tidak saling mengganggu, yang disebut teknik multiple-access," ujar Nonot menjelaskan.
Lebih jauh Nonot menerangkan, IM2 tidak membangun jaringan radio sendiri, hanya menggunakan jaringan seluler milik PT Indosat. Ini yang amat perlu dipahami, menggunakan jaringan seluler Indosat tidak sama dengan menggunakan alokasi frekuensi Indosat.
Sehingga, masih kata Nonot, kewajiban Biaya Hak Pemakaian (BHP) frekuensi ada pada pihak pemilik jaringan seluler, yaitu Indosat, bukan pada IM2. "Jadi, kerjasama yang dilakukan antara Indosat dan IM2 itu legal dan tidak menyalahi aturan dan merupakan praktik kerjasama yang lazim dilakukan di seluruh dunia,” tegas Nonot.