Senin 17 Dec 2012 07:34 WIB

Tentang Rujuk (2-habis)

Rep: Erdy Nasrul/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: wordpress.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Rujuk hampir sama dengan melakukan pernikahan. Tidak sah bila dilakukan anak kecil, murtad, mabuk, dan dipaksa.

 

Ada beberapa syarat sahnya rujuk. Pertama, menurut Ulama Mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hambali, suami yang melakukan rujuk adalah orang yang memahami hukum.

Tentunya harus sudah balig, berakal, dan melakukan rujuk atas keinginan pribadi, bukan karena campur tangan orang lain. Yang melakukan rujuk adalah orang yang masih dalam keimanan, bukan yang sudah murtad.

Rujuk hampir sama dengan melakukan pernikahan. Tidak sah bila dilakukan anak kecil, murtad, mabuk, dan dipaksa. Ulama Mazhab Hanafi berpandangan berbeda. Anak kecil boleh melakukan rujuk karena nikahnya juga sah, sekalipun bergantung pada izin wali.

Imam Syafi’i menyatakan bagi yang mampu berbicara maka rujuk dilakukan dengan mengungkapkan keinginan rujuk, baik berupa ungkapan yang jelas maupun hanya berupa sindiran.

Rujuk dengan ucapan ini disahkan secara ijmak oleh para ulama, dan dilakukan dengan lafaz yang sharih (jelas dan gamblang), misalnya dengan ucapan “saya rujuk kembali kepadamu” atau dengan kinayah (sindiran), seperti ucapan “sekarang, engkau sudah seperti dulu”.

Kedua ungkapan ini bila diniatkan untuk rujuk, sah. Sebaliknya, bila tanpa diniatkan untuk rujuk, tidak sah.

Rujuk tidak bisa dilakukan dengan bersenggama karena hal itu belum tentu menunjukkan keseriusan rujuk. Mazhab Hanafi berbeda pendapat. Rujuk bisa dengan perkataan atau langsung bersenggama.

Jika ingin langsung rujuk dengan perkataan, Mazhab Hanafi berpendapat hal itu harus dilakukan dengan ungkapan yang jelas.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement