Oleh: Ina Salma Febriani
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia,” (Qs Al-Isra: 23).
Surah Al-Isra mengisyaratkan keharmonisan dua hubungan yakni hubungan baik dengan Allah, juga dengan manusia yang dalam hal ini ialah sosok yang semestinya kita muliakan, orang tua.
Para mufassir sepakat bahwa perkataan yang mulia menurut firman Allah di atas ialah mengucapkan kata “ah” kepada orang tua tidak dibolehkan oleh agama apalagi mengucapkan kata-kata atau memperlakukan mereka dengan lebih kasar daripada itu.
Penghormatan terhadap orang tua sangat diatur oleh Islam agar terciptanya hubungan baik antara orang tua dan anak.
Lebih spesifik lagi, penghormatan kepada salah satunya sungguh telah Rasulullah yang menyatakan seorang laki-laki datang menghampiri Rasulullah dan bertanya siapakah yang layak untuk dipatuhi? Rasul pun menjawab, “Ibumu,” hingga tiga kali berturut-turut, kemudian, “ayahmu”. (HR Bukhari-Muslim).
Penyebutan lebih dari satu kali dalam hadis Rasul bukan tanpa makna. Pemaknaan yang luas terhadap apa yang pernah beliau sampaikan lebih khusus kepada urusan kepatuhan anak kepada ibu, menjadi kewajiban tersendiri mengingat ibu adalah sosok yang sangat berperan dalam kehidupan si anak dari masa kehamilan, kanak-kanak, hingga dewasa.
Adalah Umar bin Khattab seorang anak yang sangat hormat kepada ibunya, sampai dalam masalah yang sekecil-kecilnya. Dalam hal makan, misalnya, ia tidak pernah makan mendahului ibunya.
Ia bahkan tak berani makan bersama-sama dengan ibunya, sebab ia khawatir akan mengambil dan memakan hidangan yang tersedia di meja, sementara ibunya menginginkan makanan tersebut. Baginya, seorang ibu telah mendahulukan anaknya selama bertahun-tahun ketika sang anak masih kecil dan lemah.
Kasih ibu tak pernah terbalas oleh apa pun juga. Yang bisa dilakukan anak hanyalah memberi penghormatan dan pelayanan, terutama ketika mereka sudah tua dan dalam keadaan lemah. Dalam hal ini Rasulullah mengingatkan kaum Muslimin, "Hidungnya harus direndahkan ke tanah, hidungnya harus direndahkan ke tanah, hidungnya harus direndahkan ke tanah."
Beliau ditanya, "Ya Rasulullah, siapa?" Jawabnya, "Orang yang mendapatkan kesempatan baik untuk membantu kedua orang tuanya di masa tuanya, baik salah satunya maupun kedua-duanya, tetapi ia gagal mendapatkan dirinya masuk surga."
Gagalnya seseorang untuk masuk surga lantaran pengabaian terhadap hak-hak orang tua, dapat kita simak dalam kisah Juraij. Juraij adalah remaja yang taat beribadah. Saat ia ingin melakukan shalat sunah, ibunya memanggilnya.
Kala itu, Juraij bimbang—dahulukan shalat, atau memenuhi panggilan ibunya? Maka, Juraij pun memilih shalat dan mengabaikan panggilan Ibunya yang sudah berkali-kali menggema di telinganya.
Sang ibu pun kecewa, dalam hati, ia berdoa, “Ya Allah, janganlah Engkau mematikan anakku sebelum ia mendapat fitnah dari wanita pelacur.” Singkat cerita, Juraij mendapatkan fitnah dari seorang pelacur karena ia mengabaikan seruan ibunya.
Menghormati dan memuliakan orang tua bukan saja saat mereka masih hidup. Ketika beliau wafat, maka sebagai seorang anak, kita berkewajiban untuk melaksanakan lima hal, seperti hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, kewajiban itu di antaranya ialah menyalatkan keduanya, membacakan istighfar, melaksanakan wasiatnya, bersilaturahim kepada kerabatnya, juga menghormati sahabat-sahabatnya.