REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus tertangkapnya hakim Puji Wijayanto oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) dan mantan hakim agung Achmad Yamanie karena kasus mengubah vonis putusan harus menjadi momentum untuk menegakkan keadilan.
Ketua Mahkamah Agung (MA), Hatta Ali, mengatakan semangat esprit de corps tidak boleh disalahgunakan. Maksudnya, kata Hatta, semangat korps tidak boleh disalahgunakan untuk saling menutupi keburukan satu sama aib.
"Semangat itu jangan untuk menutupi hal-hal negatif. Apalagi sekarang sudah dipenuhi kesejahteraan hakim. Jangan sampai kepercayaan ijin disia-siakan," kata Hatta di gedung MA, Kamis (27/12).
Ia menyatakan, dua kasus terakhir yang melibatkan hakim itu sangat mencoreng citra MA. Sebagai lembaga peradilan tertinggi di Indonesia, hal itu membebani dunia peradilan. Namun ada hikmah yang dipetik dan bisa dijadikan momentum refleksi untuk memperbaiki MA.
Alhasil di tingkat pimpinan menjadi refleksi diri untuk menunjukkan keseriusan untuk meningkatkan kinerja. "Perubahan amar putusan yang melibatkan hakim agung dan pegawai telah menampar badan peradilan. Hikmahnya aalah kami serius membenahi peradilan."
Hatta melanjutkan, lantaran MA memilih keterbukaan dan akuntabilitas terkait pelayanan publik, maka segala kritikan jangan membuat hakim luntur semangatnya dalam bekerja. "Sebagian kita bekerja keras bersabar untuk menunjukkan kinerja optimal."
Namun, ia menyesalkan banyak jajaran di bawahnya yang harus didorong untuk bisa bekerja maksimal. Ia mengeluhkan masih banyak surat edaran dan keputusan yang dibuat pimpinan dan tidak terlaksana di daerah. "Kunjungan kita ke daerah sebagai bentuk meningkatkan kinerja mereka agar capaian yang ada bisa ditingkatkan."