REPUBLIKA.CO.ID, Tsabit memandangi istrinya yang cantik jelita itu. Ia pun mengucapkan syukur.
Sang pemilik kebun kagum dengan sifat kehati-hatian Tsabit dalam memakan sesuatu hingga jelas kehalalannya.
Melihat kegigihan dan kesalehan Tsabit, ia pun berkeinginan menjadikannya menantu, menikahkannya dengan putrinya yang salehah.
Dari pernikahan tersebut, lahir seorang ulama shalih, mujadid yang sangat terkenal, yakni Nu’man bin Tsabit atau yang lebih dikenal dengan nama Al-Imam Abu Hanifah.
Bersama istrinya yang salehah, Tsabit mendidik putranya menjadi salah satu imam besar dari empat madzab.
Kisah pemuda yang bukan lain adalah ayah dari Imam Abu Hanifah tersebut terdapat dalam kitab terkenal “Al-Aghani” karya Abu Al-Faraj Al-Isbahani.
Buku terkenal dalam kesusastraan Arab tersebut berisi tentang sajak lagu serta informasi biografi dari tokoh-tokoh Islam terdahulu, para tabi’in dan tabi’ut tabi’in di masa Dinasti Umayyah dan Abbasiyyah.
Sebagaimana diketahui, Abu Hanifah merupakan ulama cerdas ahli fikih dan ahli ra’yi, pelopor mazhab Hanafi. Ia lahir di Kufah, ibukota Dinasti Umayyah, pada 80 hijriah atau 699 masehi. Kitabnya yang terkenal, yakni “Kitabul-Athar” dan “Fiqh al-Akbar”, yang hingga kini menjadi rujukan hukum fikih bagi para pengikut madzhab Hanafi di seluruh dunia.
Dalam mempelajari hadis, Abu Hanifah sempat bertemu dengan sahabat Rasulullah, Anas bin Malik, yang wafat tahun 93 hijriah. Di masa remajanya, Abu Hanifah menghabiskan waktu untuk mempelajari hadis Rasulullah.
Saat ini, mazhab Hanafi merupakan satu dari empat mazhab yang paling banyak dianut Muslim Sunni di dunia. Mazhab tersebut juga menjadi dasar kekhalifahan masa Dinasti Abbasiyyah dan Turki Usmani, serta dianut oleh Kekaisaran Mughal di India.
Di era sekarang, mazhab Hanafi banyak digunakan Muslim di beberapa negara Timur Tengah dan Asia Selatan, seperti Turki, Afghanistan, India, Pakistan, Bangladesh, serta di Suriah, Lebanon, Turki, Iran, Irak, dan Palestina.