Jumat 18 Jan 2013 14:25 WIB

Hidayat: Masukan Gratifikasi Seksual dalam UU Tentang KPK

Rep: Dyah Ratna Meta Novi/ Red: Yudha Manggala P Putra
Ketua Fraksi PKS Hidayat Nur Wahid
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Ketua Fraksi PKS Hidayat Nur Wahid

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) Hidayat Nur Wahid meminta agar masalah gratifikasi seksual dimasukkan ke dalam Undang-undang (UU) tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bab gratifikasi.

“Masalah gratifikasi seksual  ini merupakan masalah yang ada sejak zaman dulu dan masih marak hingga saat ini. Makanya harus segera ada pengaturannya, jangan dibiarkan semakin marak  begitu saja,” katanya di Jakarta, Jumat, (18/1).

Secara prinsip, ujar Hidayat, gratifikasi seksual itu mengandung tiga kejahatan. Pertama, gratifikasi seksual  merupakan salah satu bentuk korupsi. Kedua, gratifikasi seksual membuat perzinahan semakin marak, padahal zina sendiri merupakan perbuatan jahat dan penuh dosa. 

Ketiga, kata Hidayat, gratifikasi seksual merupakan salah satu bentuk pelecehan seksual  terhadap perempuan. Padahal perempuan itu seharusnya dimuliakan martabatnya. “Melihat banyaknya unsur kejahatan tersebut maka gratifikasi seksual memang harus segera dibuatkan aturannya agar para pelakunya jera,” katanya.

Menurut Hidayat,  gratifikasi seksual tidak perlu dibuatkan undang-undang baru. Namun masalah tersebut cukup dimasukkan ke dalam UU tentang KPK bab gratifikasi. Sehingga UU tentang KPK menjadi semakin lengkap. “Selain itu jika harus dibuat undang-undangnya sendiri malah membutuhkan waktu yang jauh lebih lama. Padahal masalah gratifikasi seksual merupakan masalah mendesak yang perlu segera dibuat aturannya,” katanya.

Jika dibuat UU-nya sendiri, terang Hidayat, harus melalui proses yang terlalu panjang dan bertele-tele. Apalagi jika saat diajukan rancangan undang-undangnya terjadi resistensi, maka akan memakan waktu lebih lama lagi. “Kami harap sebelum akhir 2013, gratifikasi seksual sudah menjadi bagian UU tentang KPK bab gratifikasi,” terangnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement