REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kubu terdakwa kasus suap pengurusan Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah, Hartati Murdaya, meminta majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta tidak ragu memberikan vonis bebas untuk Hartati.
Kubu Hartati yakin proses persidangan tidak berhasil membuktikan adanya motif penyuapan terhadap Bupati Buol Amran Batalipu. Menurut kuasa hukum Hartati, Dodi Abdulkadir, semua proses persidangan sama sekali tidak terbukti adanya motif penyuapan.
Hartati juga tidak pernah berinisiatif untuk menghubungi atau untuk mendekati Bupati Buol untuk kepentingan-kepentingan tertentu. Yang terjadi justru Bupati Buol yang aktif mendekati Hartati Murdaya untuk meminta dana sumbangan Pemilukada.
"Terhadap permintaan tersebut Bu Hartati menolak secara halus karena tidak ingin menyinggung perasaan Pak Bupati," kata Dodi saat dihubungi, Senin (28/1).
Dodi menjelaskan, di persidangan justru terungkap Hartati adalah korban dari ulah Bupati yang meminta sumbangan pemilukada dan juga korban dari inkonsistensi pemerintah dalam kebijakan investasi perkebunan.
Oleh sebab itu ia berharap majelis hakim tidak ragu memvonis bebas Hartati Murdaya serta memulihkan kembali nama baiknya. Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menuntur Hartati Murdaya dengan hukuman pidana selama lima tahun penjara denda sebesar Rp 200 juta subsidair empat bulan kurungan.
Dalam nota tuntutannya, JPU memaparkan seluruh unsur dalam Pasal 5 UU Pemberantasan Tipikor telah terbukti selama proses persidangan, yaitu memberikan sesuatu kepada penyelenggara negara dan unsur untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang bertentangan dengan jabatannya.
JPU menunjukan uang senilai Rp 3 miliar yang diberikan Hartati kepada Amran Batalipu tersebut bukanlah uang sumbangan dalam rangka pemilukada di Buol. Uang tersebut bertujuan untuk mengurus surat-surat terkait hak guna usaha PT Citra Cakra Murdaya (PT CCM).
Hal ini didukung dalam catatan pengeluaran keuangan PT CCM Rp 3 miliar sebagai sumbangan Pilkada. Dalam bukti rekaman juga menunjukkan uang itu sebagai barter karena Amran sudah menandatangani surat-surat pengurusan hak guna usaha (HGU) tersebut. Pembacaan vonis Hartati sendiri akan dilakukan majelis hakim pada 4 Februari mendatang.