REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pertahanan (Menhan) Purnomo Yusgiantoro mempertanyakan mengapa Inpres 2/2013 dinamakan Inpres Keamanan Nasional (Kamnas).
Dia mengoreksi, aturan itu seharusnya bernama Inpres Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri. Di dalam draft, kata dia, terdapat urutan tingkatan dalam menilai kondisi keamanan di masyarakat.
Di dalam sistem politik hukum dan keamanan, Purnomo menyebut, ada tingkatan dalam menilai stabilitas kondisi dalam negeri. "Ancaman paling tinggi, tantangan, hambatan, dan gangguan. Inpres ini untuk penanganan gangguan keamanan dalam negeri," katanya, Rabu (30/1).
Dia menekakan, gangguan keamanan dalam negeri terjadi dalam kondisi tertib sipil. Sehingga dalam mengatasi konflik di masyarakat, lingkup penanganannya tidak sama dengan yang diatur dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kamnas.
Inpres itu, Purnomo melanjutkan, diperlukan demi keterpaduan antaraparat dalam menangani konflik horizontal maupun pemilukada. Karena tugas aparat terkait pencegahan, penindakan, dan rehabilitasi dalam penanganan konflik sosial.
Di lapangan, aparat kepolisian, TNI, dan Badan Intelijen Negara (BIN) bisa bertindak sesuai koridor berlaku dalam menindak perusuh. "Inpres ini hanya empowerment bagi aparat untuk aktif dalam penanganan gangguan dan ancaman individu."
Dengan adanya Inpres itu, Purnomo menilai memiliki dampak positif bagi terciptanya pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat. Karena itu, ia mengimbau, setiap pemerintah daerah untuk segera memetakan wilayah yang berpotensi muncul gangguan konflik horizontal.
Untuk daerah yang mendapat pengawasan khusus, ungkap Purnomo, meliputi Poso, Ambon, dan Sumbawa. Daerah itu perlu diawasi lebih ketat lantaran peluang terciptanya ganguan keamanan cukup besar.