REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pedagang pasar tradisional menolak pembangunan mass rapid transit (MRT) secara layang. Seiring dengan rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang akan membangun MRT secara layang dari Lebak Bulus hingga Sisingamangaraja yang dilanjutkan secara subway atau di bawah tanah menuju ke Bundaran HI.
"(Kami) tetap mendukung jika di bawah tanah," kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) selaku Ketua Paguyuban Pasar Blok A, Ngadiran di Jakarta, Kamis (31/1).
Ngadiran mengatakan pembangunan MRT secara layang berdampak ekonomi, sosial, dan lingkungan. Di antaranya Pasar Mede, Pasar onderdil di Cipete, Pasar Blok A, ITC Fatmawati, dan kios-kios yang lain di sepanjang jalur tersebut akan terkena pelebaran jalan sehingga akan mengurangi lahan parkir maupun polusi.
Dia mengkhawatirkan sejumlah daerah bisnis tersebut bakal sepi sebab pembangunan MRT sekitar tiga tahun. Selain itu, pembangunan MRT layang dinilai Ngadiran akan membuat kebisingan dan mengganggu kenyamanan masyarakat.
Jika pembangunan MRT secara layang dilakukan, Ngadiran memprediksi jumlah pedagang yang akan terkena dampak di Pasar Mede sebanyak 400 orang, di Pasar Cipete Onderdil antara 700 hingga 800 pedagang, Pasar Blok A lebih dari 800 pedagang, ITC Fatmawati lebih dari 1.500 pedagang, belum termasuk tenaga dan keluarga yang dihidupi.
Terkait protes APPSI, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan hal ini menjadi urusan PT MRT. Menurutnya, jika hal tersebut tidak beres, MRT tidak bisa diteruskan.