Selasa 05 Feb 2013 13:58 WIB

Gerindra: Demokrasi Indonesia Cacat Parah

Ketua Umum Partai Gerindra Suhardi (kanan) dan Sekjen partai Gerindra Ahmad Muzani (kiri) dan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon`
Foto: Antara
Ketua Umum Partai Gerindra Suhardi (kanan) dan Sekjen partai Gerindra Ahmad Muzani (kiri) dan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon`

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Gerindra menilai, demokrasi Indonesia saat ini cacat parah. Sekilas, demokrasi seolah tampak kuat. Ini terlihat dari adanya pemilu langsung, pilkada, kebebasan media, dan partai politik. 

"Namun sejatinya supremasi hukum tak berjalan. Hasilnya, demokrasi kita tumbuh, tapi tak berkembang. Malah cacat parah," kata Wakil Ketua DPP Partai Gerindra, Fadli Zon, Selasa (5/4).

Menurut dia, maraknya praktik korupsi saat ini merupakan isyarat bahwa ada yang salah dengan demokrasi yang dianut. Pertumbuhan demokrasi malah diiringi praktik korupsi, korupsi anggaran, proyek daerah, skandal bank, hingga makelar impor.

Fadli menganggap, kesalahan utama hal itu karena memang desain politik nasional yang dibentuk tanpa sistem hukum yang kuat. Akibatnya hukum tak berwibawa dan menjadi subordinasi politik. 

Sistem hukum, lanjut dia, menjadi lemah dan mendorong praktik politik yang cacat (deffective politics) serta korup. Pada akhirnya para koruptor bisa menjadi penguasa. 

"Dengan posisi itu lah, desain hukum kita direkayasa. Inilah yang saya sebut dengan demokrasi kriminal," papar Fadli.

Di Indonesia, koruptor bisa ikut berpolitik dan mengambil alih tongkat kuasa melalui pemilu. Ini dilakukan dengan akses terhadap sumber-sumber keuangan. 

Tak heran ketika sudah berkuasa, korupsinya semakin hebat. Bahkan sistem hukumnya diperlemah untuk melanggengkan praktik korupsi. Sehingga kemudian terbentuk rezim demokrasi kriminal dan republik mafia.

Ia pun menyalahkan adopsi demokrasi liberal ala Barat yang justru berubah menjadi demokrasi kriminal. Sebab, sistem saat ini sangat kondusif bagi para penjahat untuk menjadi penguasa. 

"Kolaborasi kekuatan uang dan popularitas menenggelamkan politisi yang benar-benar amanah dan punya kapasitas."

Karenanya, tambah Fadli, wajar jika demokrasi sulit menciptakan kesejahteraan bagi rakyat. Sebab, substansi demokrasi ini sudah dirampok para penjahat politik melalui praktik korupsinya. 

Akhirnya hanya segelintir elite saja yang sejahtera. Sementara rakyat  terendam dalam kesengsaraan.

"Kita kini terjebak dalam suatu bentuk rezim demokrasi kriminal. Satu-satunya jalan adalah mengubah lapis kepemimpinan nasional. Yaitu revolusi dari atas," tegas Fadli.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement