REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah promotor yang sudah beberapa kali berniat menggelar konser Slank, grup band beraliran musik blues dan slow rock ini seolah masuk 'daftar hitam' aparat kepolisian.
Pasalnya, di setiap konser Slank kerap terjadi kericuhan dalam setiap penampilannya. "Beberapa konser Slank 'dicekal' pihak kepolisian ini sudah berlangsung sejak 2008 dan sangat terasa di Jakarta dan sekitarnya," ungkap drummer Slank, Bimbim yang menjadi juru bicara Slank saat secara resmi mendaftarkan gugatan hukum (judicial review) Undang-Undang (UU) Kepolisian ke Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (6/2).
Saat ke MK, Slank didampingi kuasa hukumnya Andi Mutakin tim advokasi jurus tandur (maju terus pantang mundur).
Mahfud, merespon tuntutan grup band yang berdiri sejak 1983 ini dan memandang para personel Slank juga warga Indonesia yang punya hak untuk dilindungi konstitusi negara ini.
"Baru saja saya bicara, yang ada subtansinya tentang perizinan, tadi kita bicarakan terbatas dulu. Masalahnya biasa saja, tetapi ini menarik karena Mas Bimbim datang mempersoalkan hak konstitusi warga negara," sebut Bimbim. Soalnya, semua warga Indonesia harus diperlakukan adil di mata hukum.
Ketua MK, Mahfud MD mengaku siap menjalankan tuntutan uji materi UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia.
"Saya tadi mengatakan kalau ada perbedaan prinsip konstutional, MK bisa menguji UU itu. Tidak usah rumit, tidak usah pakai pengacara, semua perkara yang diajukan ke MK ditangani sama dan serius," jelas Mahfud.